XU HAOFENG, MASTER OF ARTHOUSE KUNGFU CINEMA

Jika para sinefil rata-rata mengidolakan Wong Kar Wai, saya yang besar dengan menonton karya Tsui Hark dan John Woo sepertinya lebih cocok dengan Johnnie To. Namun saat ini saya sedang tertarik dengan Xu Haofeng.

Xu Haofeng adalah seorang novelis, dosen dan juga pendekar. Dia belajar Kungfu sejak usia 14 tahun. FYI, bahasa Cina yang tepat untuk beladiri sebenarnya adalah Wushu. Sedangkan Kungfu sebenarnya adalah istilah pasaran yang dipopulerkan Hollywood sejak era Bruce Lee. Sayangnya istilah Wushu masih terlalu diasosiasikan dengan "Sport Wushu" yang dipromosikan pemerintah Cina sejak tahun 50an. Jadi ya, nampaknya pakai istilah Kungfu masih terdengar lebih bernuansa.

Xu Haofeng Film-filmnya mayoritas bertema Kungfu/Wushu yang memiliki gaya khas. Dia adalah seorang auteur. Yang membedakan filmnya dengan rata-rata film segenre di Cina adalah visual dan koreografinya. Bagi yang terbiasa dengan gaya fast cut mungkin agak nggrundel melihat gaya sinema tarung di film Xu Haofeng.

Xu Haofeng suka memakai longshot dan kamera yang cenderung established. Nggak kebanyakan gerak kayak ciri khas sinematografi film Hongkong tahun 90an yang pionernya adalah Tsui Hark. Gambar Xu Haofeng cenderung dingin namun berdarah. Dalam perkara koreografi, Xu suka memperlihatkan detail. Ia juga banyak mengeksplor pertarungan memakai bilah.

Detail dari teknik bilah ala kungfu di filmnya Xu ini cukup berbeda dengan gaya tarung yang flashy ala "Duilian Wushu" di film-film Kungfu Hongkong. Duilian adalah nomor seni tarung di cabang Sport Wushu. Kalau kita simak pertarungan di film The Final Master (2015) yang dibintangi Liao Fan, gerakan flashy yang lompat-lompat diminimalisir. Tekniknya langsung berupa sambutan dan serangan. Mirip pertarungan di film genre Chanbara klasik alias Samurai film. Tak ada belokan atau kelokan yang tak perlu kecuali me"redirect" sebuah bacokan. Di antara trend gaya bilah di sinema  yang akhir-akhir ini agaknya didominasi gaya Filipina (Arnis) dan Indonesia (Silat), teknik bilah ala Kungfu ini memberikan kebaruan sinematik.

Lewat pencapaiannya dengan karyanya yang diputar di festival internasional bergengsi macam Rotterdam International Film Festival, Toronto International Film Festival dan Venice Film Festival, Xu Haofeng menjadi duta film genre gelut-gelutan yang biasanya nggak banyak bersliweran di festival "nyeni" dan ndakik-ndakik hehehe.

Jika para sinefil rata-rata mengidolakan Wong Kar Wai, saya yang besar dengan menonton karya Tsui Hark dan John Woo sepertinya lebih cocok dengan Johnnie To. Namun saat ini saya sedang tertarik dengan Xu Haofeng.

Xu Haofeng adalah seorang novelis, dosen dan juga pendekar. Dia belajar Kungfu sejak usia 14 tahun. FYI, bahasa Cina yang tepat untuk beladiri sebenarnya adalah Wushu. Sedangkan Kungfu sebenarnya adalah istilah pasaran yang dipopulerkan Hollywood sejak era Bruce Lee. Sayangnya istilah Wushu masih terlalu diasosiasikan dengan "Sport Wushu" yang dipromosikan pemerintah Cina sejak tahun 50an. Jadi ya, nampaknya pakai istilah Kungfu masih terdengar lebih bernuansa.

Xu Haofeng Film-filmnya mayoritas bertema Kungfu/Wushu yang memiliki gaya khas. Dia adalah seorang auteur. Yang membedakan filmnya dengan rata-rata film segenre di Cina adalah visual dan koreografinya. Bagi yang terbiasa dengan gaya fast cut mungkin agak nggrundel melihat gaya sinema tarung di film Xu Haofeng.

Xu Haofeng suka memakai longshot dan kamera yang cenderung established. Nggak kebanyakan gerak kayak ciri khas sinematografi film Hongkong tahun 90an yang pionernya adalah Tsui Hark. Gambar Xu Haofeng cenderung dingin namun berdarah. Dalam perkara koreografi, Xu suka memperlihatkan detail. Ia juga banyak mengeksplor pertarungan memakai bilah.

Detail dari teknik bilah ala kungfu di filmnya Xu ini cukup berbeda dengan gaya tarung yang flashy ala "Duilian Wushu" di film-film Kungfu Hongkong. Duilian adalah nomor seni tarung di cabang Sport Wushu. Kalau kita simak pertarungan di film The Final Master (2015) yang dibintangi Liao Fan, gerakan flashy yang lompat-lompat diminimalisir. Tekniknya langsung berupa sambutan dan serangan. Mirip pertarungan di film genre Chanbara klasik alias Samurai film. Tak ada belokan atau kelokan yang tak perlu kecuali me"redirect" sebuah bacokan. Di antara trend gaya bilah di sinema  yang akhir-akhir ini agaknya didominasi gaya Filipina (Arnis) dan Indonesia (Silat), teknik bilah ala Kungfu ini memberikan kebaruan sinematik.

Lewat pencapaiannya dengan karyanya yang diputar di festival internasional bergengsi macam Rotterdam International Film Festival, Toronto International Film Festival dan Venice Film Festival, Xu Haofeng menjadi duta film genre gelut-gelutan yang biasanya nggak banyak bersliweran di festival "nyeni" dan ndakik-ndakik hehehe.

Baca
 
Copyright © 2011.   JAVORA INSTITUTE - All Rights Reserved