Pada bulan puasa tahun 2019 lalu, untuk pertamakalinya Javora Studio memproduksi film pendek live action. Tentu bukan benar-benar yang pertama karena sebelumnya kami memakai brand Javora Pictures (buat gagah-gagahan saja). Film itu dibikin selama 3 hari dan kami benar-benar belajar banyak hal dari produksi itu.
Film pendek adalah karya yang lebih sulit dijual daripada komik. Jualan komik perhitungan untung ruginya cukup sederhana. Anggota ekosistem yang diperlukan untuk menyokongnya juga nggak banyak banget. Asal pembaca suka dan mau, kita tinggal mengurus bagaimana produk bisa terwujud dan dikemas, lalu kirim ke pembeli. Biaya yang dihitung cuma ongkos produksi, biaya otak dan keringat, ongkos kemasan dan kirim. Film lebih ribet karena ekosistemnya lebih luas.
Film agar "laku" perlu eksposur tertentu di pasar. Untuk itu perlu ruang pamer. Jika disukai, tak semudah itu menjual copy dari kontennya. Kenyataannya cukup jarang orang mau keluar uang untuk membeli satu copy film pendek, yang mana lazimnya mudah ditonton via internet. Akibatnya film pendek baru punya value ketika dipajang dalam kumpulan film-film lain dalam platform yang sering dikunjungi. Di sini kita bersaing dengan film-film lain yang lebih menarik perhatian. Selesai nonton apa yang terjadi? Terlupakan begitu saja.
Bandingkan dengan komik. Meski selesai baca tak ingin baca lagi, setidaknya ia berubah value jadi benda koleksi. Mudah mengaksesnya sewaktu-waktu. Kita punya pengalaman yang fisik. Sedangkan film lebih rumit. Copy dari film hanya bisa ditonton dengan alat yang memiliki rentang tertentu berkaitan dengan teknologi, sebelum akhirnya obsolete. Jadi seakan film pendek nggak ada nilainya dibanding dengan karya lain yang lebih fisikal.
Jika komik cukup memerlukan satu platform semacam medsos untuk membuat eksposur ke calon penggemar, film menempuh jalan rada panjang. Sekalipun mudah saja mengunggah di platform online, untuk membuatnya bernilai ia kadang perlu nongol di festival dulu. Perlu dianggap layak atau penting sehingga baru "layak" dijual. Lebih repot lagi bahwa film memerlukan biaya lebih daripada bikin komik.
Tentu ini bukan soal mana medium karya yang lebih baik atau unggul. Kondisi yang musti diterima ini memerlukan banyak terobosan agar tetap bertahan di masa mendatang.
Film yang kami bikin tahun lalu ini telah menjalani kisah yang bermakna bagi kami pembuatnya. Sempat ditolak oleh sebuah festival besar, lalu masuk jadi finalis di festival nasional yang lain lagi dan kemudian dilirik oleh sebuah platform online besar nasional memberikan banyak pelajaran pada kami soal industri kreatif.
Tentu saja. kami bukan production house bermodal besar. Anda lihat, alat-alat yang kami pakai ini bukan alat profesional. Sebagai brand produksi kelas rumahan perjuangan masih cukup panjang.
Post a Comment