GODZILLA 2014 Gugun's review
Bikin film itu selalu tak bisa membahagiakan semua orang. Beberapa mungkin ingin nonton monster ngamuk yang dihajar habis oleh tentara, sementara yang lain ingin nonton film monster yang nggak cuma jual efek digital.
Godzilla yang ini adalah favorit terbaru saya. Dimulai dengan adegan yang atmosfirnya mirip film Jurassic Park (favorit abadi saya). Ada gunung, ada helikopter perusahaan dan ada ilmuwan. Jadi ingat adegan Alan Grant Cs dibawa helikopter Ingen ke Isla Sorna.
Berikutnya serangkaian kejadian lintas generasi mengungkapkan kemunculan makhluk ini. Antara lain terjadinya bencana-bencana tidak wajar, adanya sinyal-sinyal elektromagnetis berpola tertentu dan adanya hal-hal yang disembunyikan otoritas sejak lama.
Alur bertutur Godzilla menitikberatkan pada drama. Godzilla sang superstarnya sendiri baru muncul (dalam wujud utuh gak cuman zirah) nyaris satu jam setelah film mulai. Jadi nggak sabar....
Dari awal ketegangan justru dibangun dengan teror kemunculan MUTO (mirip nama chef yang jago akrobat alat dapur). MUTO (Massive Unidentified Terrestrial Object) adalah makhluk konsumen limbah radioaktif berwujud paduan walang sangit dengan atlit egrang. Nih MUTO kalau makan bom nggak dikupas lebih dulu. E'ek-nya pasti berupa bongkahan besi padat.
Beberapa orang mungkin sudah "angop" alias ngantuk dengan banyaknya drama di film ini tapi entahlah....dari awal saya sudah jatuh cinta ama plot dan konsepnya.
Alfa predator, demikian julukan lain dari Mas Godzilla ini. Ia adalah makhluk yang lahir untuk menyeimbangkan ekologi. Kemunculan MUTO pun tidak sekadar sebagai monster kurang kerjaan mengobrak-abrik bumi, melainkan juga sebagai wujud "karma ekologis". Nah, tema ekologi inilah yang terutama memikat hati saya.
Walhasil ketika dua makhluk ultra bongsor, yakni Mas Godzilla dan MUTO bertemu, jadinya bukan sekadar monster berantem. Ada pesan berharga yang disampaikan, bahwa sebagai manusia, jika kita merusak keharmonisan semesta, maka akan ada energi yang dilepaskan untuk mengembalikannya. Besarnya energi itu akan sebanding dengan kerusakan yang dibuat tadi. MUTO adalah karma perbuatan manusia dengan sampah-sampah beratnya. Godzilla datang untuk mengembalikan keseimbangannya dengan cara....
Gelut! Merusak kota yang capek-capek dibangun manusia. Dan yang keren tuh...Godzilla yang ini mirip ama Godzilla jadul versi Jepang, punya jurus "abab nuklir". Tahu abab? Tanya teman anda yang orang Jawa.
Ini film yang secara substansi lebih baik daripada Pacific Rim maupun Godzilla versi 1998 (sama-sama jual Kaiju). Gareth Edwards mampu menanganinya dengan baik.
Disain sang bintang, "Si Kadal Cringih-cringih" yaitu Mas Godzilla, dibuat mirip ama yang versi Jepang. Gendut dan bermuka bijaksana seperti beruang-nya Masha. Ah...jadi inget muka saya sendiri....Lucu juga lihat Mas Godzilla kalo jalan kayak orang pakai kostum. Kalo Godzilla Amerika versi 1998 mirip dinosaurus sama Iguana.
Saya juga suka dengan music score-nya Alexander Desplat. Megah dan heroik. Choir sectionnya mengingatkan saya pada Danny Elfman yang juga komposer favorit saya. Yang paling berkesan adalah denting tuts piano register bawah saat Mas Godzilla muncul di antara gedung malam-malam.
Film ini mungkin mengecewakan bagi yang cuma ingin lihat monster sangar yang gedenya "sak hoh-hah" ngamuk dan dibantai. Tapi mungkin bisa menghibur penggemar film monster ala Spielbergian dengan tema ekologis di dalamnya.
Bagi saya yang kurang dari GODZILLA 2014 ini adalah nihilnya sentuhan humor. Dari awal serius terus. Dan lagi-lagi....kenapa ya monsternya suka banget syuting malam-malam? Saya pingin banget lihat monster beraksi siang bolong. Cloverfield, Jurassic Park, G30SPKI dll monsternya beraksi malam-malam. Kapan yah ada film monster yang banyak beraksi siang hari?
Satu lagi....nggak nyesel saya beli merchandise figure-nya. Keren buat ditimang-timang sambil nonton filmnya hehehe...hmmm NECA ngeluarin MUTO juga nggak sih?
Bikin film itu selalu tak bisa membahagiakan semua orang. Beberapa mungkin ingin nonton monster ngamuk yang dihajar habis oleh tentara, sementara yang lain ingin nonton film monster yang nggak cuma jual efek digital.
Godzilla yang ini adalah favorit terbaru saya. Dimulai dengan adegan yang atmosfirnya mirip film Jurassic Park (favorit abadi saya). Ada gunung, ada helikopter perusahaan dan ada ilmuwan. Jadi ingat adegan Alan Grant Cs dibawa helikopter Ingen ke Isla Sorna.
Berikutnya serangkaian kejadian lintas generasi mengungkapkan kemunculan makhluk ini. Antara lain terjadinya bencana-bencana tidak wajar, adanya sinyal-sinyal elektromagnetis berpola tertentu dan adanya hal-hal yang disembunyikan otoritas sejak lama.
Alur bertutur Godzilla menitikberatkan pada drama. Godzilla sang superstarnya sendiri baru muncul (dalam wujud utuh gak cuman zirah) nyaris satu jam setelah film mulai. Jadi nggak sabar....
Dari awal ketegangan justru dibangun dengan teror kemunculan MUTO (mirip nama chef yang jago akrobat alat dapur). MUTO (Massive Unidentified Terrestrial Object) adalah makhluk konsumen limbah radioaktif berwujud paduan walang sangit dengan atlit egrang. Nih MUTO kalau makan bom nggak dikupas lebih dulu. E'ek-nya pasti berupa bongkahan besi padat.
Beberapa orang mungkin sudah "angop" alias ngantuk dengan banyaknya drama di film ini tapi entahlah....dari awal saya sudah jatuh cinta ama plot dan konsepnya.
Alfa predator, demikian julukan lain dari Mas Godzilla ini. Ia adalah makhluk yang lahir untuk menyeimbangkan ekologi. Kemunculan MUTO pun tidak sekadar sebagai monster kurang kerjaan mengobrak-abrik bumi, melainkan juga sebagai wujud "karma ekologis". Nah, tema ekologi inilah yang terutama memikat hati saya.
Walhasil ketika dua makhluk ultra bongsor, yakni Mas Godzilla dan MUTO bertemu, jadinya bukan sekadar monster berantem. Ada pesan berharga yang disampaikan, bahwa sebagai manusia, jika kita merusak keharmonisan semesta, maka akan ada energi yang dilepaskan untuk mengembalikannya. Besarnya energi itu akan sebanding dengan kerusakan yang dibuat tadi. MUTO adalah karma perbuatan manusia dengan sampah-sampah beratnya. Godzilla datang untuk mengembalikan keseimbangannya dengan cara....
Gelut! Merusak kota yang capek-capek dibangun manusia. Dan yang keren tuh...Godzilla yang ini mirip ama Godzilla jadul versi Jepang, punya jurus "abab nuklir". Tahu abab? Tanya teman anda yang orang Jawa.
Ini film yang secara substansi lebih baik daripada Pacific Rim maupun Godzilla versi 1998 (sama-sama jual Kaiju). Gareth Edwards mampu menanganinya dengan baik.
Disain sang bintang, "Si Kadal Cringih-cringih" yaitu Mas Godzilla, dibuat mirip ama yang versi Jepang. Gendut dan bermuka bijaksana seperti beruang-nya Masha. Ah...jadi inget muka saya sendiri....Lucu juga lihat Mas Godzilla kalo jalan kayak orang pakai kostum. Kalo Godzilla Amerika versi 1998 mirip dinosaurus sama Iguana.
Saya juga suka dengan music score-nya Alexander Desplat. Megah dan heroik. Choir sectionnya mengingatkan saya pada Danny Elfman yang juga komposer favorit saya. Yang paling berkesan adalah denting tuts piano register bawah saat Mas Godzilla muncul di antara gedung malam-malam.
Film ini mungkin mengecewakan bagi yang cuma ingin lihat monster sangar yang gedenya "sak hoh-hah" ngamuk dan dibantai. Tapi mungkin bisa menghibur penggemar film monster ala Spielbergian dengan tema ekologis di dalamnya.
Bagi saya yang kurang dari GODZILLA 2014 ini adalah nihilnya sentuhan humor. Dari awal serius terus. Dan lagi-lagi....kenapa ya monsternya suka banget syuting malam-malam? Saya pingin banget lihat monster beraksi siang bolong. Cloverfield, Jurassic Park, G30SPKI dll monsternya beraksi malam-malam. Kapan yah ada film monster yang banyak beraksi siang hari?
Satu lagi....nggak nyesel saya beli merchandise figure-nya. Keren buat ditimang-timang sambil nonton filmnya hehehe...hmmm NECA ngeluarin MUTO juga nggak sih?