Style Luc Besson itu sebenarnya "Hollywood" banget. Cinéma du look, istilah para kritikus film Perancis kala itu. Cinéma du look itu mentingin gaya daripada isi. Ya mungkin film Eropa kala itu "nyeni" atau avant garde sedangkan Luc Besson bikin film yang stylish dan mudah dicerna. Makanya dibilang ia itu "Ngoliwud".
Luc adalah sutradara Perancis yang paling sering bikin film berbahasa Inggris (setau saya). Film-film lawasnya menarik bagi saya: Kekelaman, kekerasan dan ironi. Makin ke sini filmnya semakin berwarna. Nggak suram lagi. Saya kurang menyukai karya-karya dia yang semakin ke sini (sejak era Arthur & The Minimoys). Film Luc sedikit banyak telah mempengaruhi saya. Saat itu saya belum "kenal" Quentin Tarantino. Hanya ada 3 karya terbaik dari Luc Besson yang terus bergaung di diri saya hingga kini: LEON, NIKITA dan SUBWAY.
LEON
Dibintangi Jean Reno. Kisahnya tentang pembunuh bayaran yang bersahabat dengan gadis belia bernama Mathilda. Mathilda diperankan oleh Natalie Portman dengan sangat mengesankan. Di film ini saya pertamakali kagum pada Gary Oldman. Leon adalah pembunuh bayaran yang ngekos di sebuah apartemen. Dia memelihara sebuah tanaman semacam "beras kutah"...nggak ngerti saya nama tanaman ini. Di kampung namanya gitu. Leon berkenalan dengan Mathilda...dan tentunya masalah di belakangnya yang kemudian berujung pada baku tembak antara dirinya versus para polisi korup yang dipimpin Gary Oldman. LEON sangat keren bagi saya. Mungkin ini pula yang bikin saya demen film noir.
NIKITA
Nikita adalah seorang femme fatale (pembunuh bayaran cewek). Tak banyak yang bisa saya ingat dengan film ini selain ada aktor Tcheky Karyo sebagai antagonis. Tapi pengaruh film ini bahkan sampai sekarang...saya suka bikin karakter cewek yang jago membunuh.
SUBWAY
Film yang dibintangi Christopher Lambert dan Isabella Adjani ini tidak sekeren atau se-stylish LEON dan NIKITA. Tapi film ini paling besar pengaruhnya bagi saya. Sejak nonton inilah saya memikirkan soal film action yang "punya hati". Saat itu saya belum menemukan film action yang punya bobot sinematik, cerita dan karakter. Jaman segitu film action kebanyakan jual keseruan. Sampai sekarang pun jarang bisa nemu film action yang kuat di segala aspek: cinematography, story, characters dan tentu saja action itu sendiri. Saat itu saya bergumam pada diri saya...kalo kelakon bisa bikin film, saya mau film saya hidup, bercerita dan laganya tetep seru. Subway kayaknya bukan film action sih...tapi dari film inilah saya merumuskan visi film saya.
Lalu masuklah era Youtube. Banyak yang bikin film action indie. Kalo saya amati, kebanyakan nggak digarap "serius". Paling-paling jual berantemnya doang. Kalo nonton gini sering banget saya skip. Lihat yang gelutnya doang. Terngiang oleh film-film lawas Luc Besson, saya mau yang lebih. Saya mau ada cerita. Cerita yang serius pula ya...bukan drama-drama yang dipaksakan.
Emang The Raid adalah pemicu yang luar biasa. Setelahnya orang-orang pada "demam kekerasan" pada film laga...eh ya namanya film laga kalo nggak keras gimana ya? Haha tapi saya masih belum menemukan film laga yang kuat pada cerita dan penceritaan (storytelling). Meski The Raid statusnya udah "cult" tapi formula ini nggak bisa diulang. Ia akan menjadi satu-satunya film "tanpa cerita yang kuat" yang akan terlihat keren ditonton sampai kapanpun.
Trus, karya Luc Besson yang baru-baru apa yang favorit?
Sudah lumayan sukar bagi saya menyukai karya Luc Besson yang baru. Tapi kalo memilih, saya suka Les Aventures extraordinaires d'Adèle Blanc-Sec.
Post a Comment