KARIR FILM DARI NOL (part 3)

Bagaimana industri film bekerja dan masalahnya apa? 

Jika kamu paham ini, maka perjuanganmu meniti karir akan sedikit terbantu... Selama nggak kena sikut saingan atau kena sikat kebijakan pemerintah yg ngasal. 

Produk nyata dari industri ini adalah film namun sebenarnya tidak semuanya melulu tentang film. Industri selain tentang produk juga tentang value. 

Ada 7 value yg berhubungan dengan film yakni:

1. Hiburan. Ini nilai dasar yg tak akan ditolak orang. Film yg menghibur akan disukai orang. Masalahnya tiap orang terhibur dengan cara yg berbeda. Jika mau filmmu laku, ketahui orang-orang yg bisa terhibur dgn caramu. Martin Scorsese tak bisa menghibur penonton Woko Channel. 

2. Sosial. Banyak orang nonton bukan karena filmnya tapi karena dia ngajak siapa. Pentingnya membuat ruang pemutaran yg asik buat alasan ngajak gebetan. Jika kamu punya usaha kedai, kolaborasilah sama pemutar film. Yg dateng sungkan untuk tidak nonton, yg nonton sungkan untuk tidak pesen sesuatu, minimal es teh. Masalahnya apa? Tentu saja modal untuk membangun ruang nonton itu. 

3. Identitas. Film bisa jadi media perekat sekelompok orang yg merasa punya kesamaan. Buat film tentang kucing, kayaknya bakal banyak yg nonton. Sponsornya dari pet shop mungkin. Masalahnya adalah meyakinkan orang-orang dgn kesamaan identitas agar tertarik nonton. Belum lagi jika mereka tidak puas dgn tontonan itu. 

4. Sentimental. Beberapa film menjadi penanda masa tertentu. Ini investasi jangka panjang. Beberapa orang suka nonton film yg mengingatkan pada masa kecil, saat pacaran dll. Date movie saya: Avatar dan Barbie (nggak penting). Masalahnya kita nggak tahu film kita nanti sepenting apa. 

5. Informatif. Banyak hal bisa kita taruh di film biar jadi informasi. Paling sering adalah film jadi arsip mengenai suatu lokasi tertentu. Masalahnya film tidak bisa memuat info terlalu sering dan banyak. Nanti dianggap iklan atau malah tutorial. Sedikit yg bisa terhibur. 

6. Edukasi. Film bisa mempropagandakan hal tertentu. Masalahnya film propaganda rata-rata membosankan dan memuakkan. 

7. Transformatif. Film bisa mengubah seseorang. Film G30S misalnya bisa mempengaruhi jutaan orang Indonesia selama beberapa dekade. Masalahnya adalah sulit sekali kita dgn modal seadanya bisa bikin film yg begitu hebatnya bisa mengubah orang-orang. Punya modal gede pun belum tentu kemampuan kita segede itu. 

Film adalah produk yg harus dipasarkan dgn tepat. Jika value tersampaikan tepat sasaran, uang akan otomatis datang. Masalahnya serapan value tergantung oleh literasi dan apresiasi masyarakat. Bikin film bernilai tinggi akan gagal meraup untung jika belum ada penonton berkualitas tinggi. Diperparah dgn ketiadaan strategi kebudayaan dari pemerintah. 

Kunci ketahanan industri adalah tepatnya sasaran produk dan daya beli mereka. Filmnya sesuai target pasar dan mereka pun mau sisihkan uang untuk nonton. Masalahnya adalah mental gratisan warga negri kita. Mungkin yg mau nonton banyak, tapi yg mau bayar? 

Maka dari itu terciptalah ekosistem festival di mana pelaku perfilman membikin wahana seefektif mungkin untuk mempertemukan film dengan penonton. Jadi untuk kamu yg sedang berjuang untuk karyamu, masukilah circle festival. Temukan tipe-tipe penonton yg cocok untuk filmmu. 

Bagaimana dgn platform populer macam Youtube dan Tik Tok? 

Nah, mereka ini keunggulannya adalah lebih egaliter dan daya jangkauannya lebar. Akan tetapi karya yg bagus secara estetik cenderung tenggelam oleh unggahan video receh yg viral. Sasaran yg kamu tuju tidak jelas. Monetisasinya pun akan kalah besar sama yg viral itu. 

Jika kita pajang film kita ke OTT sayangnya jumlah penggunanya belum cukup signifikan di Indonesia saat ini. Selain itu manajemen platform lokal rata-rata kurang maksimal. 

Bagaimana industri film bekerja dan masalahnya apa? 

Jika kamu paham ini, maka perjuanganmu meniti karir akan sedikit terbantu... Selama nggak kena sikut saingan atau kena sikat kebijakan pemerintah yg ngasal. 

Produk nyata dari industri ini adalah film namun sebenarnya tidak semuanya melulu tentang film. Industri selain tentang produk juga tentang value. 

Ada 7 value yg berhubungan dengan film yakni:

1. Hiburan. Ini nilai dasar yg tak akan ditolak orang. Film yg menghibur akan disukai orang. Masalahnya tiap orang terhibur dengan cara yg berbeda. Jika mau filmmu laku, ketahui orang-orang yg bisa terhibur dgn caramu. Martin Scorsese tak bisa menghibur penonton Woko Channel. 

2. Sosial. Banyak orang nonton bukan karena filmnya tapi karena dia ngajak siapa. Pentingnya membuat ruang pemutaran yg asik buat alasan ngajak gebetan. Jika kamu punya usaha kedai, kolaborasilah sama pemutar film. Yg dateng sungkan untuk tidak nonton, yg nonton sungkan untuk tidak pesen sesuatu, minimal es teh. Masalahnya apa? Tentu saja modal untuk membangun ruang nonton itu. 

3. Identitas. Film bisa jadi media perekat sekelompok orang yg merasa punya kesamaan. Buat film tentang kucing, kayaknya bakal banyak yg nonton. Sponsornya dari pet shop mungkin. Masalahnya adalah meyakinkan orang-orang dgn kesamaan identitas agar tertarik nonton. Belum lagi jika mereka tidak puas dgn tontonan itu. 

4. Sentimental. Beberapa film menjadi penanda masa tertentu. Ini investasi jangka panjang. Beberapa orang suka nonton film yg mengingatkan pada masa kecil, saat pacaran dll. Date movie saya: Avatar dan Barbie (nggak penting). Masalahnya kita nggak tahu film kita nanti sepenting apa. 

5. Informatif. Banyak hal bisa kita taruh di film biar jadi informasi. Paling sering adalah film jadi arsip mengenai suatu lokasi tertentu. Masalahnya film tidak bisa memuat info terlalu sering dan banyak. Nanti dianggap iklan atau malah tutorial. Sedikit yg bisa terhibur. 

6. Edukasi. Film bisa mempropagandakan hal tertentu. Masalahnya film propaganda rata-rata membosankan dan memuakkan. 

7. Transformatif. Film bisa mengubah seseorang. Film G30S misalnya bisa mempengaruhi jutaan orang Indonesia selama beberapa dekade. Masalahnya adalah sulit sekali kita dgn modal seadanya bisa bikin film yg begitu hebatnya bisa mengubah orang-orang. Punya modal gede pun belum tentu kemampuan kita segede itu. 

Film adalah produk yg harus dipasarkan dgn tepat. Jika value tersampaikan tepat sasaran, uang akan otomatis datang. Masalahnya serapan value tergantung oleh literasi dan apresiasi masyarakat. Bikin film bernilai tinggi akan gagal meraup untung jika belum ada penonton berkualitas tinggi. Diperparah dgn ketiadaan strategi kebudayaan dari pemerintah. 

Kunci ketahanan industri adalah tepatnya sasaran produk dan daya beli mereka. Filmnya sesuai target pasar dan mereka pun mau sisihkan uang untuk nonton. Masalahnya adalah mental gratisan warga negri kita. Mungkin yg mau nonton banyak, tapi yg mau bayar? 

Maka dari itu terciptalah ekosistem festival di mana pelaku perfilman membikin wahana seefektif mungkin untuk mempertemukan film dengan penonton. Jadi untuk kamu yg sedang berjuang untuk karyamu, masukilah circle festival. Temukan tipe-tipe penonton yg cocok untuk filmmu. 

Bagaimana dgn platform populer macam Youtube dan Tik Tok? 

Nah, mereka ini keunggulannya adalah lebih egaliter dan daya jangkauannya lebar. Akan tetapi karya yg bagus secara estetik cenderung tenggelam oleh unggahan video receh yg viral. Sasaran yg kamu tuju tidak jelas. Monetisasinya pun akan kalah besar sama yg viral itu. 

Jika kita pajang film kita ke OTT sayangnya jumlah penggunanya belum cukup signifikan di Indonesia saat ini. Selain itu manajemen platform lokal rata-rata kurang maksimal. 

Baca

KARIR FILM DARI NOL (part 2)

Pertanyaan umum mengenai jenis karir apapun adalah duitnya cukup nggak buat biaya hidup? 

Karir industri seni berbeda dengan kerja kantoran. Orang film yg ngantor itu kebanyakan adalah pekerja yg urusannya administratif di sebuah production house. Produser ngantornya dikit, dia banyak wara-wiri. Sutradara kerja di lapangan. Penulis bisa rebahan. Bagi yg nggak ngantor kebanyakan kerjanya freelance. Yg ngantor dapet duit gaji bulanan sedangkan freelance adalah tiap projek. 

Skala industri film saat ini macem-macem. Yg skala "kolam kecil" kerjanya mulai dari berburu lomba dan dana hibah hingga terima jasa bikin video company profile. Duitnya receh sehingga harus sering nyari projekan. Saya dapat duit dari lomba, kasih pelatihan, revenue penayangan dan projek film pendek. 

Skala "kolam besar" agak lebih baik. Circle ini bisa terhubung dengan modal dari pihak non orang film juga. Aktor yg tenar bisa memperluas sumber pendapatan dgn jadi bintang iklan, brand ambassador, ngisi acara offline dll. Personal branding dan politik orang dalam kenceng di sini. Bisa nyambung ke politik praktis dan birokrasi juga. Banyak orang film pakai leverage ketenarannya terus terjun ke politik. Maka sesuai skalanya, persaingannya lebih keras karena duitnya lebih gede dan kesempatan yg muncul darinya juga gede. 

Jika kamu berada di kolam kecil, maka cari sumber pendapatan lain non film untuk jaga keseimbangan neraca. Rencanakan dari awal niat berkarir. Jika kamu mau pindah kolam, masuki circle yg tepat tapi kamu mungkin akan mengorbankan sesuatu untuk itu. 

Seperti yg saya sebut, kerja freelance itu tiap ada projek. Bisa lho kita berbulan-bulan gak ada projek. Keep in mind. Kerja film agak mirip dengan bertani. Proses nanam beberapa hari saja tapi hasil panennya untuk beberapa bulan berikutnya. Penghasilan satu bulan kerja film idealnya cukup untuk biaya hidup beberapa bulan. Ini hal yg cukup berat untuk kaum kolam kecil karena menabung itu susah. Jadi paham kan kenapa filmmaker sukses rata-rata berasal dari keluarga berkecukupan? Karena ada biaya belajar dan tabungan. Sementara itu distribusi kesempatan seringkali tidak merata. Hanya beredar di circle tertentu saja.

Pertanyaan umum mengenai jenis karir apapun adalah duitnya cukup nggak buat biaya hidup? 

Karir industri seni berbeda dengan kerja kantoran. Orang film yg ngantor itu kebanyakan adalah pekerja yg urusannya administratif di sebuah production house. Produser ngantornya dikit, dia banyak wara-wiri. Sutradara kerja di lapangan. Penulis bisa rebahan. Bagi yg nggak ngantor kebanyakan kerjanya freelance. Yg ngantor dapet duit gaji bulanan sedangkan freelance adalah tiap projek. 

Skala industri film saat ini macem-macem. Yg skala "kolam kecil" kerjanya mulai dari berburu lomba dan dana hibah hingga terima jasa bikin video company profile. Duitnya receh sehingga harus sering nyari projekan. Saya dapat duit dari lomba, kasih pelatihan, revenue penayangan dan projek film pendek. 

Skala "kolam besar" agak lebih baik. Circle ini bisa terhubung dengan modal dari pihak non orang film juga. Aktor yg tenar bisa memperluas sumber pendapatan dgn jadi bintang iklan, brand ambassador, ngisi acara offline dll. Personal branding dan politik orang dalam kenceng di sini. Bisa nyambung ke politik praktis dan birokrasi juga. Banyak orang film pakai leverage ketenarannya terus terjun ke politik. Maka sesuai skalanya, persaingannya lebih keras karena duitnya lebih gede dan kesempatan yg muncul darinya juga gede. 

Jika kamu berada di kolam kecil, maka cari sumber pendapatan lain non film untuk jaga keseimbangan neraca. Rencanakan dari awal niat berkarir. Jika kamu mau pindah kolam, masuki circle yg tepat tapi kamu mungkin akan mengorbankan sesuatu untuk itu. 

Seperti yg saya sebut, kerja freelance itu tiap ada projek. Bisa lho kita berbulan-bulan gak ada projek. Keep in mind. Kerja film agak mirip dengan bertani. Proses nanam beberapa hari saja tapi hasil panennya untuk beberapa bulan berikutnya. Penghasilan satu bulan kerja film idealnya cukup untuk biaya hidup beberapa bulan. Ini hal yg cukup berat untuk kaum kolam kecil karena menabung itu susah. Jadi paham kan kenapa filmmaker sukses rata-rata berasal dari keluarga berkecukupan? Karena ada biaya belajar dan tabungan. Sementara itu distribusi kesempatan seringkali tidak merata. Hanya beredar di circle tertentu saja.

Baca

KARIR FILM DARI NOL (part 1)

Perfilman, sebagaimana kesenian yg lain adalah sebuah ekosistem yg kompleks. Jika kamu ingin berkarir di dalamnya, sebaiknya pahami dulu bagaimana ekosistemnya bekerja. 

Ada setidaknya 12 kategori peran dalam ekosistem perfilman:

1. Filmmaker. Mencakup semua yg terlibat secara langsung dalam produksi film seperti produser, sutradara, aktor, kru dll. 

2. Audiens. Para penonton film. Ini bukan profesi melainkan pasar produk film. 

3. Exhibitor. Pihak pemutar film seperti pengelola bioskop, TV, OTT dll. Festival saya masukin ke kategori ini. 

4. Komunitas. Komunitas adalah tipe audiens yg terorganisir dan berliterasi lebih baik. Tujuannya biasanya non profit. 

5. Pendana. Pihak yg membiayai film entah bermotif komersial atau tidak. Investor termasuk yg komersial. 

6. Distributor. Pihak yg menyalurkan film ke pasar. Di Indonesia peran ini kurang terasa karena biasanya dirangkap dgn exhibitor. 

7. Edukator. Pihak yg mengadakan pendidikan dan pelatihan film baik secara formal maupun non formal. Beberapa komunitas jg melakukan peran ini. 

8. Pengulas. Kritikus atau reviewer yg membuat film terekspos di media. 

9. Peneliti. Biasanya berbasis di lembaga akademik utk meneliti tentang film. 

10. Produsen dan pengembang aplikasi. Korporasi yg bikin alat-alat produksi film.

11. Pengarsip. Lembaga pelestari arsip film. Penting utk edukasi dan sejarah. 

12. Regulator hukum dan perundang-undangan. Bagian dari pemerintah yg mengurusi legal formal industri film termasuk badan usaha pemerintah yg menyangkut film. 

Jadi dengan melihat 12 peran ini kamu bisa memilih mau berkarir di kategori mana. Misalnya sukanya cuma nonton, mungkin bisa jadi kritikus. 

Film adalah industri beresiko sangat tinggi. Berkarir di dalamnya tidak mudah apalagi mulai dari nol. Apa yg saya maksud nol? 

Nol dalam karir perfilman adalah:

1. Tidak sekolah film. 

2. Tidak kenal orang dalam. 

Untuk memulainya, kamu harus belajar setidaknya 1 atau 2 peran dalam ekosistem di atas. Misalnya mau jadi filmmaker. Filmmaker banyak cabangnya. Kita bisa bagi 2 yakni above the line dan below the line. Above the line isinya sutradara, produser, penulis, aktor. Below the line isinya kameramen, perias, kru dll. 

Untuk above the line dari nol. Cara masuknya:

Sutradara, penulis, produser: Mulai bikin film pendek, daftar festival, bangun jejaring, pahami cara kerjanya, dapatkan validasi, masuk industri. 

Aktor: Berperan di film pendek, bangun jejaring, bangun reputasi, ikut casting produksi yg lebih besar, masuk industri. 

Cara di atas tidak mudah. Sainganmu adalah circle-circle yg udah punya jejaring projekan dengan politik dan dramanya. 

Untuk below the line dari nol. Caranya: Daftar jadi kru mulai level paling bawah yakni runner, pelajari cara dan atitude kerja, bangun jejaring, bangun reputasi, masuk industri. Saingan terberat adalah dari anak sekolah film. Mereka sudah terbangun pertemanan dan ilmunya sistematis. 

Untuk semua karir bagusnya dimulai dari literasi film yg baik. Jadilah penonton film yg baik lalu pahami cara ekosistem bekerja.

Perfilman, sebagaimana kesenian yg lain adalah sebuah ekosistem yg kompleks. Jika kamu ingin berkarir di dalamnya, sebaiknya pahami dulu bagaimana ekosistemnya bekerja. 

Ada setidaknya 12 kategori peran dalam ekosistem perfilman:

1. Filmmaker. Mencakup semua yg terlibat secara langsung dalam produksi film seperti produser, sutradara, aktor, kru dll. 

2. Audiens. Para penonton film. Ini bukan profesi melainkan pasar produk film. 

3. Exhibitor. Pihak pemutar film seperti pengelola bioskop, TV, OTT dll. Festival saya masukin ke kategori ini. 

4. Komunitas. Komunitas adalah tipe audiens yg terorganisir dan berliterasi lebih baik. Tujuannya biasanya non profit. 

5. Pendana. Pihak yg membiayai film entah bermotif komersial atau tidak. Investor termasuk yg komersial. 

6. Distributor. Pihak yg menyalurkan film ke pasar. Di Indonesia peran ini kurang terasa karena biasanya dirangkap dgn exhibitor. 

7. Edukator. Pihak yg mengadakan pendidikan dan pelatihan film baik secara formal maupun non formal. Beberapa komunitas jg melakukan peran ini. 

8. Pengulas. Kritikus atau reviewer yg membuat film terekspos di media. 

9. Peneliti. Biasanya berbasis di lembaga akademik utk meneliti tentang film. 

10. Produsen dan pengembang aplikasi. Korporasi yg bikin alat-alat produksi film.

11. Pengarsip. Lembaga pelestari arsip film. Penting utk edukasi dan sejarah. 

12. Regulator hukum dan perundang-undangan. Bagian dari pemerintah yg mengurusi legal formal industri film termasuk badan usaha pemerintah yg menyangkut film. 

Jadi dengan melihat 12 peran ini kamu bisa memilih mau berkarir di kategori mana. Misalnya sukanya cuma nonton, mungkin bisa jadi kritikus. 

Film adalah industri beresiko sangat tinggi. Berkarir di dalamnya tidak mudah apalagi mulai dari nol. Apa yg saya maksud nol? 

Nol dalam karir perfilman adalah:

1. Tidak sekolah film. 

2. Tidak kenal orang dalam. 

Untuk memulainya, kamu harus belajar setidaknya 1 atau 2 peran dalam ekosistem di atas. Misalnya mau jadi filmmaker. Filmmaker banyak cabangnya. Kita bisa bagi 2 yakni above the line dan below the line. Above the line isinya sutradara, produser, penulis, aktor. Below the line isinya kameramen, perias, kru dll. 

Untuk above the line dari nol. Cara masuknya:

Sutradara, penulis, produser: Mulai bikin film pendek, daftar festival, bangun jejaring, pahami cara kerjanya, dapatkan validasi, masuk industri. 

Aktor: Berperan di film pendek, bangun jejaring, bangun reputasi, ikut casting produksi yg lebih besar, masuk industri. 

Cara di atas tidak mudah. Sainganmu adalah circle-circle yg udah punya jejaring projekan dengan politik dan dramanya. 

Untuk below the line dari nol. Caranya: Daftar jadi kru mulai level paling bawah yakni runner, pelajari cara dan atitude kerja, bangun jejaring, bangun reputasi, masuk industri. Saingan terberat adalah dari anak sekolah film. Mereka sudah terbangun pertemanan dan ilmunya sistematis. 

Untuk semua karir bagusnya dimulai dari literasi film yg baik. Jadilah penonton film yg baik lalu pahami cara ekosistem bekerja.

Baca
 
Copyright © 2011.   JAVORA INSTITUTE - All Rights Reserved