Bagaimana industri film bekerja dan masalahnya apa?
Jika kamu paham ini, maka perjuanganmu meniti karir akan sedikit terbantu... Selama nggak kena sikut saingan atau kena sikat kebijakan pemerintah yg ngasal.
Produk nyata dari industri ini adalah film namun sebenarnya tidak semuanya melulu tentang film. Industri selain tentang produk juga tentang value.
Ada 7 value yg berhubungan dengan film yakni:
1. Hiburan. Ini nilai dasar yg tak akan ditolak orang. Film yg menghibur akan disukai orang. Masalahnya tiap orang terhibur dengan cara yg berbeda. Jika mau filmmu laku, ketahui orang-orang yg bisa terhibur dgn caramu. Martin Scorsese tak bisa menghibur penonton Woko Channel.
2. Sosial. Banyak orang nonton bukan karena filmnya tapi karena dia ngajak siapa. Pentingnya membuat ruang pemutaran yg asik buat alasan ngajak gebetan. Jika kamu punya usaha kedai, kolaborasilah sama pemutar film. Yg dateng sungkan untuk tidak nonton, yg nonton sungkan untuk tidak pesen sesuatu, minimal es teh. Masalahnya apa? Tentu saja modal untuk membangun ruang nonton itu.
3. Identitas. Film bisa jadi media perekat sekelompok orang yg merasa punya kesamaan. Buat film tentang kucing, kayaknya bakal banyak yg nonton. Sponsornya dari pet shop mungkin. Masalahnya adalah meyakinkan orang-orang dgn kesamaan identitas agar tertarik nonton. Belum lagi jika mereka tidak puas dgn tontonan itu.
4. Sentimental. Beberapa film menjadi penanda masa tertentu. Ini investasi jangka panjang. Beberapa orang suka nonton film yg mengingatkan pada masa kecil, saat pacaran dll. Date movie saya: Avatar dan Barbie (nggak penting). Masalahnya kita nggak tahu film kita nanti sepenting apa.
5. Informatif. Banyak hal bisa kita taruh di film biar jadi informasi. Paling sering adalah film jadi arsip mengenai suatu lokasi tertentu. Masalahnya film tidak bisa memuat info terlalu sering dan banyak. Nanti dianggap iklan atau malah tutorial. Sedikit yg bisa terhibur.
6. Edukasi. Film bisa mempropagandakan hal tertentu. Masalahnya film propaganda rata-rata membosankan dan memuakkan.
7. Transformatif. Film bisa mengubah seseorang. Film G30S misalnya bisa mempengaruhi jutaan orang Indonesia selama beberapa dekade. Masalahnya adalah sulit sekali kita dgn modal seadanya bisa bikin film yg begitu hebatnya bisa mengubah orang-orang. Punya modal gede pun belum tentu kemampuan kita segede itu.
Film adalah produk yg harus dipasarkan dgn tepat. Jika value tersampaikan tepat sasaran, uang akan otomatis datang. Masalahnya serapan value tergantung oleh literasi dan apresiasi masyarakat. Bikin film bernilai tinggi akan gagal meraup untung jika belum ada penonton berkualitas tinggi. Diperparah dgn ketiadaan strategi kebudayaan dari pemerintah.
Kunci ketahanan industri adalah tepatnya sasaran produk dan daya beli mereka. Filmnya sesuai target pasar dan mereka pun mau sisihkan uang untuk nonton. Masalahnya adalah mental gratisan warga negri kita. Mungkin yg mau nonton banyak, tapi yg mau bayar?
Maka dari itu terciptalah ekosistem festival di mana pelaku perfilman membikin wahana seefektif mungkin untuk mempertemukan film dengan penonton. Jadi untuk kamu yg sedang berjuang untuk karyamu, masukilah circle festival. Temukan tipe-tipe penonton yg cocok untuk filmmu.
Bagaimana dgn platform populer macam Youtube dan Tik Tok?
Nah, mereka ini keunggulannya adalah lebih egaliter dan daya jangkauannya lebar. Akan tetapi karya yg bagus secara estetik cenderung tenggelam oleh unggahan video receh yg viral. Sasaran yg kamu tuju tidak jelas. Monetisasinya pun akan kalah besar sama yg viral itu.
Jika kita pajang film kita ke OTT sayangnya jumlah penggunanya belum cukup signifikan di Indonesia saat ini. Selain itu manajemen platform lokal rata-rata kurang maksimal.
Post a Comment