Apa jadinya jika kita tak bisa lagi mengingat kejadian yang baru terjadi beberapa menit yang lalu, sementara kejadian yang terakhir kita ingat sebenarnya sudah lama sekali berlalu? Seperti rekaman pada pita kaset yang terhapus beberapa senti pada bagian akhir.
Itulah yang terjadi pada Lenny (Guy Pierce). Sesuatu terjadi sehingga mengakibatkan ia menderita temporal memory loss dissorder (kehilangan ingatan jangka pendek). Yang menyedihkan, kejadian terakhir yang ia ingat adalah pemerkosaan dan pembunuhan terhadap isterinya.
Kini ia hidup hanya dengan tujuan menemukan si penjahat itu lalu menghabisinya. Buruknya, ia hanya punya beberapa lembar foto dan catatan yang lupa kapan ia buat. Yang jelas ia tahu bahwa ingatannya tak lagi berguna. Catatan itu berguna untuk menentukan apa yang harus ia lakukan jika ingatannya terhapus lagi nanti. Ia harus mencatat, mencatat dan mencatat. Ia membawa terus catatan itu bahkan mentattokannya pada tubuhnya.
Ada suatu nama yang ia kejar. Tapi ia tak pernah tahu identitasnya. Waktu terus berjalan dan pencarian itu berujung pada hal yang tak terduga. Ironisnya, ia tak akan bisa mengingatnya. Ia hanya bisa mencatatnya. Sejauh apa catatan itu bisa membantunya?
MEMENTO adalah karya cerdas yang mengutak-atik sesuatu bernama ingatan. Sepanjang hidupnya manusia belajar dari ingatan. Manusia tak akan jatuh ke lubang yang sama dua kali karena belajar dari ingatan. Ingatan adalah acuan bagi manusia untuk menentukan sikap dan perbuatannya. Bagaimana jika itu hilang?
Untuk mengatasi kelupaan, orang bijak selalu menyarankan untuk mencatat hal-hal yang penting. Akan tetapi bagaimana jika kita lupa mengapa catatan itu dibuat? Catatan itu kemudian hanya berupa pesan yang tak jelas acuannya. Seperti Lenny. Di catatan yang ia buat tertera nama pembunuh isterinya, tapi bagaimana ia tahu bahwa hal itu benar? Untuk mengetahui validitas catatan itu ia bahkan samasekali tak punya referensi. Apa yang bisa menjamin kebenaran sebuah catatan yang dibuat oleh penderita penyakit seperti dia.
Christopher Nolan tak diragukan lagi memang piawai mengemas ironi ingatan itu dalam MEMENTO. Karya yang dibuat berdasarkan cerita pendek Jonathan Nolan itu unggul dari banyak hal. Alurnya yang maju mundur dan juga permainan antara gambar berwarna dan hitam putih membuat kita memandang ingatan Lenny seperti beberapa kepingan puzzle. Sayangnya untuk menyusun puzzle itu kita tak punya rujukan yang jelas. Kita sama bingungnya seperti Lenny. Hanya ada foto-foto dan catatan yang menyuruh kita melakukan suatu hal. Hanya itu referensi satu-satunya. Maka apapun yang sebenarnya terjadi, kita harus percaya pada catatan. Benar atau tidak toh kita tak bisa mengingatnya.
Akting Guy Pierce cukup mengesankan sebagai orang yang sakit. Juga Carry Anne-Moss yang kompleks. Terlebih Joe Pantoliano. Bisa saya bilang ia sangat berhasil membawakan karakternya. Kita tak punya referensi apakah karakter yang ia bawakan adalah orang jahat atau bukan. Kita seolah-olah sama sakitnya dengan Lenny. Pembawaannya yang santai membuat kita percaya padanya meskipun samasekali tak tahu latarbelakangnya. Dalam MEMENTO, jarak kita dengan Lenny begitu dekat. Seolah-olah kita adalah Lenny itu sendiri.
Saya tak berkomentar banyak tentang music score yang digarap oleh David Julyan. Tak perlu menuntut lebih karena selama musiknya padu dengan jalan cerita, semuanya oke. Lagipula, MEMENTO tak perlu score yang terlalu megah ala simfoni John Williams. Begitu pula dengan tata kamera. Namun ada satu hal yang bagi saya berkesan. Yaitu di bagian awal, adegan Lenny menembak seseorang yang diputar secara terbalik.
Kata yang bisa saya berikan untuk film ini hanya satu: Cerdas!
Reaksi saya setelah nonton film ini hanya satu: Tepuk tangan!
Jika anda suka kecerdasan ini, bolehlah menengok karya Nolan yang lain terutama: The Prestige!
Itulah yang terjadi pada Lenny (Guy Pierce). Sesuatu terjadi sehingga mengakibatkan ia menderita temporal memory loss dissorder (kehilangan ingatan jangka pendek). Yang menyedihkan, kejadian terakhir yang ia ingat adalah pemerkosaan dan pembunuhan terhadap isterinya.
Kini ia hidup hanya dengan tujuan menemukan si penjahat itu lalu menghabisinya. Buruknya, ia hanya punya beberapa lembar foto dan catatan yang lupa kapan ia buat. Yang jelas ia tahu bahwa ingatannya tak lagi berguna. Catatan itu berguna untuk menentukan apa yang harus ia lakukan jika ingatannya terhapus lagi nanti. Ia harus mencatat, mencatat dan mencatat. Ia membawa terus catatan itu bahkan mentattokannya pada tubuhnya.
Ada suatu nama yang ia kejar. Tapi ia tak pernah tahu identitasnya. Waktu terus berjalan dan pencarian itu berujung pada hal yang tak terduga. Ironisnya, ia tak akan bisa mengingatnya. Ia hanya bisa mencatatnya. Sejauh apa catatan itu bisa membantunya?
MEMENTO adalah karya cerdas yang mengutak-atik sesuatu bernama ingatan. Sepanjang hidupnya manusia belajar dari ingatan. Manusia tak akan jatuh ke lubang yang sama dua kali karena belajar dari ingatan. Ingatan adalah acuan bagi manusia untuk menentukan sikap dan perbuatannya. Bagaimana jika itu hilang?
Untuk mengatasi kelupaan, orang bijak selalu menyarankan untuk mencatat hal-hal yang penting. Akan tetapi bagaimana jika kita lupa mengapa catatan itu dibuat? Catatan itu kemudian hanya berupa pesan yang tak jelas acuannya. Seperti Lenny. Di catatan yang ia buat tertera nama pembunuh isterinya, tapi bagaimana ia tahu bahwa hal itu benar? Untuk mengetahui validitas catatan itu ia bahkan samasekali tak punya referensi. Apa yang bisa menjamin kebenaran sebuah catatan yang dibuat oleh penderita penyakit seperti dia.
Christopher Nolan tak diragukan lagi memang piawai mengemas ironi ingatan itu dalam MEMENTO. Karya yang dibuat berdasarkan cerita pendek Jonathan Nolan itu unggul dari banyak hal. Alurnya yang maju mundur dan juga permainan antara gambar berwarna dan hitam putih membuat kita memandang ingatan Lenny seperti beberapa kepingan puzzle. Sayangnya untuk menyusun puzzle itu kita tak punya rujukan yang jelas. Kita sama bingungnya seperti Lenny. Hanya ada foto-foto dan catatan yang menyuruh kita melakukan suatu hal. Hanya itu referensi satu-satunya. Maka apapun yang sebenarnya terjadi, kita harus percaya pada catatan. Benar atau tidak toh kita tak bisa mengingatnya.
Akting Guy Pierce cukup mengesankan sebagai orang yang sakit. Juga Carry Anne-Moss yang kompleks. Terlebih Joe Pantoliano. Bisa saya bilang ia sangat berhasil membawakan karakternya. Kita tak punya referensi apakah karakter yang ia bawakan adalah orang jahat atau bukan. Kita seolah-olah sama sakitnya dengan Lenny. Pembawaannya yang santai membuat kita percaya padanya meskipun samasekali tak tahu latarbelakangnya. Dalam MEMENTO, jarak kita dengan Lenny begitu dekat. Seolah-olah kita adalah Lenny itu sendiri.
Saya tak berkomentar banyak tentang music score yang digarap oleh David Julyan. Tak perlu menuntut lebih karena selama musiknya padu dengan jalan cerita, semuanya oke. Lagipula, MEMENTO tak perlu score yang terlalu megah ala simfoni John Williams. Begitu pula dengan tata kamera. Namun ada satu hal yang bagi saya berkesan. Yaitu di bagian awal, adegan Lenny menembak seseorang yang diputar secara terbalik.
Kata yang bisa saya berikan untuk film ini hanya satu: Cerdas!
Reaksi saya setelah nonton film ini hanya satu: Tepuk tangan!
Jika anda suka kecerdasan ini, bolehlah menengok karya Nolan yang lain terutama: The Prestige!
Post a Comment