![]() |
A good local flick to watch |
Apanya yang melampaui ekspektasi?
Saya pikir nih film cuma komedi ala eF-Ti-Vian yang bercerita masalah cinta berat di ongkos semata, paling-paling dengan bumbu-bumbu komedi absurd atau maksa. Ya tetep ada absurdnya sih. Komedinya, mostly nggak nangkep saya. Bukan garing dan bukan pula soal nggak paham. Saya ngerti maunya itu gitu tapi saya nggak "tergitukan" hehe. Jangan-jangan kelenjar tawa saya dah rusak. Butuh sesuatu yang sangat ultra lucu buat bikin saya ngakak. Tapi ternyata pada film ini bukan cuman lelucon absurd local Makassar style yang dijual. Ceritanya solid, konfliknya bagus dan tema yang diangkat aktual.
Uang Panai itu ceritanya tentang Si Ancha yang mau kawin sama kekasihnya Risna, tapi kehalang Uang Panai yang kelewat muahal. Nha konfliknya gak cuma itu. Setiap masalah dari kubu Si Ancha (selaku pelamar) dan Risna (yang dilamar) saling terkait. Misalnya, kenapa uang panainya Risna mahal? Karena bapaknya punya utang ke orang lain. Ancha sendiri bukan anak orang kaya. Pacaran aja yang njemput Risna. Yang nyetir Risna pulak. Nglamar kerja aja kalo gak ditolong Risna, Ancha gak bakal bisa dapet kerjaan. Itupun bukan posisi yang tinggi. Cuma karyawan sales. Gimana bisa Ancha mengumpulkan Uang Panai dalam waktu cepat?
Untung Ancha ditolong sama duo absurd Cumming eh Tumming dan Abu. Duo absurd ini mungkin bagi kawan-kawannya lucu sekali. Tapi karena keduanya bukan kawan saya, maka saya tidak bisa ketawa. Omong-omong soal ketawa, saya cuma ketawa (itupun satu suku kata aja "ha" nggak hahaha) sama dua kali tersenyum. Saya ketawa waktu Ancha pilih baju dengan ngundi pake bismillah. Saya senyum ketika Risna salah arah mau ke parkiran. Adegan satunya saya lupa senyum karena apa...berarti ya gak usah diitung. Tapi lumayan banget kan bisa bikin saya ketawa satu suku kata...ha.
Aktor-aktor yang main di Uang Panai semua saya gak kenal. Lokal semua. Semua nyaman dengan peran masing-masing dalam lokalisasinya...eh lokalitasnya. Mereka nggak tampak ingin menjadi "kejakarta-kejakartananan". Itu bagus menurut gue eh saya. Film ini pun membawa suasana Makassar tanpa harus lebay dalam berlokal-lokalria. Sering saya lihat beberapa film (TV) yang mengangkat daerah...misalnya Jawa...itu yang akting medoknya lebih dari orang Jowo asline. Guys...I think we are not too medhok nganti kaya ngono kuwi lah. That's too "kenemenen". Uang Panai sangat cukup. Porsinya cukup...and Makassaristik ji. .Jadi kebawa logatnya Uang Panai deh...hehe
Film ini memang fenomenal. Sebagai film indie non Jakarta dan bisa sukses relatif di bioskop, itu sebuah hal hebat. Film ini sukses mengangkat persoalan budaya tanpa latah jadi film propaganda budaya yang ngasih wejangan lebay. Ya tetep aja ada wejangan sih di film ini...soalnya kayaknya film ini juga menyasar segmen bapak-bapak dan emak-emak. Tapi porsinya gak sampai bikin enek.
Oke. Saya akan kasih good and bad-nya film ini. Btw saya nontonnya secara ilegal di youtube, dengan kualitas grading belang-belang dan audio mixing yang kayak dibikin anak magang. Tapi kata sutradaranya emang yang di youtube itu belum finished material sih. Jadi saya gak akan kritisi teknis audio visual. Sori ya Pak Sutradara....di kampung saya gak ada bioskop.
APIKE:
-Ceritanya solid, konfliknya meyakinkan
-Karakter-karakternya rata-rata "tipis" tapi peran mereka rata dalam cerita. Aktornya juga membawakan peran dengan pas, nggak lebay
-Banyak hal Makassaristik kita bisa tahu mulai dari logat hingga nama-nama makanan
-Komedinya tidak latah, banyak yang unik (meski ya itu....tidak terlalu lucu)
KURANGE:
-Resolusi konflik terlalu mudah, gali lubang tutup lubang bareng-bareng
-Scoringnya semrawut, dikit-dikit musik
-Muka aktor ceweknya mirip semua, saya bingung mbedain Risna, Hasna dll.
-3 gadis ribut tetangga Ancha ni ngapain ya kerjanya?
KESIMPULAN:
-Sangat layak ditonton dan diperhitungkan
-True local flick!
-Jangan berekspektasi lebih dan jangan cerewet. Nikmati!
Post a Comment