MENJUAL FILM INDIE


Gagal Dulu

Siapa yang kayak saya?
Mimpi jadi filmmaker, filmnya diputer di bioskop, laris. Lalu ditawarin Hollywood bikin film di sono. Masuk media. Twitter dibanjiri follower jutaan. Kalau masuk TV dan majalah, nama tertulis… FILM DIRECTOR atau PRODUCER.

Anda punya mimpi gitu? Sekarang sampai di mana anda?

Oh anda ternyata sudah sesuatu? Anda sutradara terkenal sekarang. Oke bagi anda yang sukses tinggalkan baca ini! This is not for you.

Saya mau ngobrol ama yang gagal. Yang masih bikin film low budget, wara-wiri, alat telat upgrade bla bla…

Saya dedikasikan tulisan ini untuk para pejuang senasib dengan saya ngiahahaha…

Lagian nggak banyak kan orang terkenal yang mau bicara dan berbagi ama kita? Paling juga dicuekin kalo komen di medsos mereka.

Oke…mari kita berbagi dalam perjuangan.


Sekalipun punya mimpi semasa kecil untuk jadi filmmaker, sebenarnya saya nggak bisa membayangkan bikin film bisa menjadi pekerjaan. Yang bener aja hehee… saya nggak sekolah film, saya nggak punya kenalan produser, saya nggak punya duit buat modal buat produksi dan promosi. Gimana pula saya bisa jadi pengusaha film?

Ya memang banyak beredar kata-kata motivasi yang terlalu manis seperti:
“Tak ada yang tak mungkin dengan mimpimu.”
“Kerja keras suatu saat pasti berhasil.”
Kenyataannya dari jutaan orang bermimpi hanya puluhan yang berhasil. Dari ribuan yang kerja keras, hanya belasan yang berhasil. Lama-lama saya curiga semuanya itu karena faktor keberuntungan hehehe

Jujur aja lah…sering kan anda berusaha sangat keras tapi tetap aja gagal dan kalah?

Hanya saja adanya motivasi dari tokoh idola kita yang membuat rasa sakit itu hilang. Fungsinya mirip painkiller atau alkohol. Mabok dengan motivational quote dan kenyataan yang pahit terus berjalan. Kerasa nggak? Hahaha

So you really wannabe indie filmmaker in reality?


Kenyataan Menjadi Indie Filmmaker

Mari kita bicara soal kenyataan yang jujur dengan segala manis dan pahitnya. Saya persembahkan tulisan ini untuk para filmmaker indie yang sampai hari ini masih nekad, masih passion dan tak lelah untuk mencoba.

Bagaimana kita bisa hidup sebagai indie filmmaker?

Indie tentu beda ama yang non-indie (major label). Saya pernah bahas soal makna indie di lain artikel. Ada macem-macem indie. Ada yang bujetnya juga milyaran…tetep disebut indie juga…jiancuk ya? Hiahahaha

Sementara itu kalao indie versi kita artinya “lebih kelam”…lebih dark…lebih pahittt.
Kita tak bisa terus menerus menipu diri bahwa ini soal passion bla bla bla…
Alat makin lama makin degradasi, turun nilai, kebutuhan juga naik…
You know…almarhum komputer saya yang dulu harganya jutaan terakhir saya jual cuman laku 300 ribu.
Mau nggak mau muncul pertanyaan…”mau kemana kita dengan film indie kita?”

Katakanlah anda sama kayak saya: nggak sekolah film (jadi nggak punya banyak koneksi perfilman), nggak punya modal produksi (atau mungkin kamera aja masih minjem), nggak paham seluk beluk industri. Saya nggak akan kasih tutorial “how to” lho ya…ini sekadar berbagi saja.

Di manapun konon kalau nggak punya modal gede dan koneksi maka kita nggak akan dapat duit dari film indie. That’s true. Bahkan di Hollywood para pelaku industri besar pun pada awalnya harus kerja sampingan buat hidup. Dalam kasus saya, saya nglatih film, ngajar les musik, nulis dan kadang nggambar buat dapet duit receh. Receh beneran ini!

Jadi untuk start awal, cari pekerjaan yang membuat diri anda nggak terlalu terbelenggu sehingga anda masih bisa kerja membangun mimpi anda. Soalnya kalau anda sudah kadung established atau mapan dengan penghasilan gedhe, ya udah lupakan mimpi. Saat anda mengalami itu artinya anda hanya bekerja demi uang. 

Di saat kita indie filmmaker kerja keras cuma dapet receh, seorang bitch kelas atas bisa dapet 80 juta sekali crot. Sangar ora kuwi? So make sure that this is not about money only.

Saya kerja serabutan kreatif, meski Cuma ngumpulin receh, hati saya bebas dan gerak saya luas. Sayangnya saya cukup telat memulai fokus. Kalau kamu masih usia belasan atau dua puluhan…THIS IS YOUR TIME! Karena kamu masih dalam masa TAK PERNAH RUGI MENCOBA SESUATU!


Menjual Film Indie

Secara teknis, susah sekali menjual film indie buatan kita secara langsung. Siapa pula yang mau nonton film tanpa artis terkenal dan minim production value? Kecuali bikin film saru. Semakin ndeso orang malah semakin penasaran ama film saru.

Anggaplah kita adalah filmmaker kebanyakan. Film kita hanya bernilai jual lokal alias yang nonton teman dan kita sendiri.

“Menjual film” bisa berarti menjual DVD-nya. Saya Cuma berhasil jual DVD film saya satu keping. Ojo ngguyu! Ini kan artinya menjual juga.
"Menjual film" juga bisa dengan mengikutkannya ke festival, berharap menang dan dideketin produser. Itu kalau film anda itu berkelas festival and enggak wagu banget.
“Menjual film” bisa berwujud pemutaran bertiket. Saya pernah melakukan ini bersama komunitas. Dapat receh masuk ke kas.
“Menjual film” bisa juga berupa penjualan merchandise terkait. Komunitas kami pernah bikin kaos untuk pemutaran film. Eh dari luar komunitas yang mau beli ternyata juga ada. Hanya ganti ongkos sablon. Nggak ada receh untuk ini. Kami bahagia melakukannya (cieeeee…)
“Menjual film” juga bisa dalam wujud menyediakan space iklan buat pihak lain. Kami pernah melakukannya. Hanya saja statusnya kayak-kayaknya lebih berbau amal daripada sebuah transaksi profesional hehehe
“Menjual film” juga bisa mengunggahnya di youtube lalu di-monetize. Saya juga melakukannya dan belum keliatan hasilnya hahaha….njut ngopo kok ngomong nek ora ono hasile?

Saya yakin ada buwanyaaaaak cara untuk menjual. This way, that way, another way bla bla bla…. Tapi bagi anda yang sudah mencobanya pasti nggak semudah itu kan? Pasti banyak trial and error, so many fails, so many unpatience…

Di situlah…kalau anda bisa bertahan dengan sekian banyak kegagalan dan anda tetap melakukannya…maka itu sebuah passion. Jadi nantinya kegagalan itu tidak lagi menjadi sebuah himpitan. Namun ia menjadi bagian dari perjalanan perjuangan. Saya berulang kali gagal. Saya berkali-kali menyerah. Tapi kenapa saya masih melakukannya?… (kalau dihitung-hitung ini sudah 10 tahunan saya mencoba)… karena inilah passion dan jati diri.

Artinya nanti orientasinya tak melulu menjadi sukses ala Mario Bros eh Teguh. Namun memaknai setiap langkah dalam perjuangan itu lah kita menemukan jati diri kita. Kalau gak salah Karl Marx, Jean-Paul Sartre atau siapa gitu pernah bilang kalau kita itu didefinisikan oleh pekerjaan kita, karya kita. Steve Jobs juga bilang kalau passion itu penentu utama keberhasilan. Karena perjuangan pastilah membosankan dan kebanyakan orang menyerah. Hanya dengan passion orang bertahan dan terus mencoba. 

Saya inget cerita bapak yang dulu ikut berjuang untuk kemerdekaan. Waktu itu membayangkan merdeka aja jauh banget. Kita kalah senjata dan kemahiran. Pejuang nasional hanyalah orang-orang teguh dan terus berusaha. Maka paham banget saya hancurnya hati bapak kalau melihat hasil perjuangannya dikhianati oleh kimcil-kimcil peradaban banal jaman sekarang. Bapak..oh bapak...beliau juga nggak terlalu merestui saya sebagai indie filmmaker :D


Jadi karena to be indie filmmaker sebenarnya lebih berupa way of life…macem menjadi Samurai atau Shinobi…maka do it without only thinking about “duwit”.

Yang perlu dilakukan (menurut saya) adalah berusaha stabil secara ekonomi…which is susah juga ahahaha. Bikin usaha apa kek asal syuting tetep jalan. Temen saya nyuting manten, motret manten dll…saya nglatih, ngajar, nipu (eh ora ding… :p )

Mungkin nggak perlu jadi kaya dulu (jiancuk pait tenan noh, cak hahaha)…cukup stabil aja buat berkarya. Karena manusia itu ada dua: Kreator dan Imitator. Kreator memaknai hidup dengan berkarya kreatif. Imitator melanjutkan hidup sebagaimana imitator sebelumnya dan sebelumnya dan sebelumnyaaaa….

Bagi kreator bekerja bahagia itu penting, bagi imitator hidup sebagaimana sebelumnya hidup itu penting.

Sebenarnya sih enak lho jadi imitator. Standar kebahagiaan mereka sederhana. Mereka tak pernah melakukan hijrah spiritual. Mereka Cuma bekerja, berkembangbiak lalu mati. Lalu keturunannya juga seperti itu sampai kiamat.

Jadi kreator itu menyedihkan. Gampang nggak puas dengan apa yang diterima. Selalu kritis. Cerewet ama anugrah yang jelas ada. Nggak mau menjalani hidup sebagai binatang berkecerdasan. Susah banget kan….

Menjadi filmmaker yang sukses

Kita bisa menjadi indie selamanya tapi tentu nggak bisa terus miskin selamanya kan?

Jadi mencari kekayaan dengan berkarya itu dua hal yang berbeda.  Memang ada yang cukup beruntung bisa memadukannya namun kebanyakan tidak. Buktinya banyak yang ketika sudah kaya…berhenti berkarya.

Teruskan berjuang menjadi indie filmmaker..tapi juga berupaya memperbaiki ekonomi. Ada yang melakukannya dengan buka usaha sampingan, ada yang menjadi pegawai di tempat lain. Ada banyak cara namun saya bukan orang yang tepat untuk kasih tutorial enterpreneurship.

Kalau memang sedang gagal ya akui saja!

Tak perlu berbuih-buih dengan kata-kata manis bahwa kegagalan adalah sukses yang tertunda. Saya gagal dan saya masih bertarung akan kedengaran lebih realistis hahaha masalahnya adalah mengubah paradigma dari GAGAL=HANCUR menuju GAGAL=BAGIAN DARI PERMAINAN. Jika paradigma menjadi gagal adalah bermain, itu bakal asyik. Pahit, sakit tapi asyik.

Berdasarkan THE FACT bahwa sekarang saya gagal (dan saya mengakuinya) itulah saya tulis artikel ini. Jadi anda semua akan tahu bahwa yang namanya kegagalan tidak musti melulu dikubur. Gagal is our best friend J

Jadi saya sekarang mendefinisikan ulang…gagal adalah nothing. Saya bermain dan enjoy. Ketika gagal sudah tak ada maka sukses bukan tujuan.

Tujuan saya adalah berbahagia dengan bermain, berjuang menuju ke satu pencapaian. Terserah itu mau dinamain apa. Mau dinamain sukses kek…mau dinamain gagal kek…masa bodoh lah :D
Saya juga mau kaya. Tapi itu tidak saya sebut sukses. Kaya hanya satu jalan untuk berbahagia…bukan satu-satunya.

Dan kelak jika saya sampai di satu titik itu….ingatkan saya untuk terus berbagi tanpa kesombongan.

BTW ngg ..nganu, Guys.…isi dompet kalian berapa ya sekarang? Sama gak ya dengan punyaku? Hiakhakahakahakhak….

(selepas nulis ini sang sutradara kemudian nangis di pojokan.)


Artikel dengan kata kunci terkait:

Bagikan artikel ini :

+ comments + 13 comments

May 11, 2015 at 12:14 PM

keren curhatnya om,,, omong2 kalo temen om sukanya nyuting/motret manten, om eka sukanya ngajar , ngelatih manten juga?hahaha
ditunggu karya-karyanya!!

May 12, 2015 at 10:31 PM

jiahhahahaa sippp, Om +kacang nakal ahaha

August 22, 2015 at 12:33 PM

Keren!

May 31, 2016 at 1:16 AM

Kerennn bang ... di bawa enjoy

June 7, 2016 at 1:51 AM

hampir semua yang ditulis saya alami hahaha...
teman2 filmmaker indie, saya ada website khusus menjual film2 indie, monggo dicek
www.broll-entertainment.com

June 7, 2016 at 4:55 AM

sampai dimana sekarang Om +Rama Deranau? :)

September 22, 2016 at 1:26 AM

Mantap bang curhatanya hehehe

Anonymous
December 5, 2016 at 6:12 PM

Terimakasih Om, artikelnya saya sukai banget... saya juga mengalami hal yang sama dengan Om gun tapi belum sepenuhnya (semoga tidak ya... hihihi #serem)
Saat ini saya baru sampai dimana saya gagal dan gagal tapi masih selalu mencoba lagi bikin film, apapun itu genrenya dan berapapun budgetnya. Iya sih saya saya sempat menyerah satu tahun lebih Om gun, gatau kenapa sekarang masih mau mencoba lagi... ada sisi keberuntungan yang nyangkut step by step. Om gun sekali lagi terimakasih artikelnya udah panjang lebar tapi bukan omong kosong. Salam dari saya Om semoga suatu saat saya bisa bertatap muka langsung dengan Om gun.

May 8, 2017 at 3:06 AM

ini curhatan calon orang sukses.. hehe

May 8, 2017 at 3:07 AM

ini curhatan calon orang sukses.. hehe

August 25, 2017 at 8:19 PM

bang gugun permisi bang bsa hubungi sya lewat email, sya mu ngajukan kerjasama, sya punya sebuah naskah film yg bertemakan gangster, yg mlibatkan btuh bnyak orang buat brperan.!

August 12, 2019 at 8:08 PM

Bang Gugun Ekalaya, bisa tolong hubungi saya via e mail budiariati@yahoo.com ? saya mau bikin digital start up tentang film . dengan harapan membuat film2 indie indonesia menjadi ladang lapangan pekerjaan yang menjanjikan. terima kasih

Post a Comment

 
Copyright © 2011.   JAVORA INSTITUTE - All Rights Reserved