SOAL SHAKY CAM ALIAS GAMBAR GOYANG

Shaky cam adalah salah satu teknik atau gaya sinematografi untuk memberi kesan tegang, spontan, gawat dan chaos. Teknik demikian sedikit bersinggungan dengan apa yang disebut dengan Cinéma vérité. Cinéma vérité adalah gaya film dokumenter yang mulai populer sejak tahun 60an di Perancis, di mana filmmaker merekam gambar serealistis mungkin. Mereka tak merekayasa pencahayaan, dialog dan setting. Semua dilakukan secara mentah. Bahkan kamera dipegang seadanya tanpa perabot pendukung yang ribet. Kalau kita tonton film-film yang masuk ke dalam Cinéma vérité tersebut akan terasa beda dengan jika kita nonton film-film yang gerakan kamera maupun audionya serba terkontrol. Cinéma vérité menyajikan gambaran yang mentah, kasar dan tak direka-reka. Nah salah satu ciri khas dari film beraliran Cinéma vérité itu adalah gambar yang shaky. Gaya tersebut saya bilang merupakan anti tesis terhadap gaya gambar yang terlalu tenang, diatur dan direkayasa. Umumnya para filmmaker mengontrol segenap pergerakan kamera sehingga gambar menjadi stabil.


Cinéma vérité dipelopori oleh filmmaker Perancis yang juga antropolog bernama Jean Rouch. Dia terpengaruh oleh teori Dziga Vertov tentang Kino-Pravda (kebenaran film) dan juga oleh film-film Robert Flaherty. Tapi rupanya "racun" dari gaya Cinéma vérité ini nggak sebatas di film dokumenter. Teknik ala Cinéma vérité yaitu shaky cam tadi juga dipakai untuk film-film fiksi, terutama di film-film yang terpengaruh oleh gerakan "avant-garde" (soal ini suruh bahas orang lain aja yach...aku nggak kuattt). Beberapa orang yang ingin menggali lebih jauh potensi cara tutur visual (visual storytelling) kemudian mencoba meng"kasarkan" sinematografi mereka. Jadi film mereka terkesan nyata, seperti dokumenter. Beberapa film fiksi (non dokumenter) yang di dalamnya terdapat shaky cam antara lain Bourne Trilogy, Saving Private Ryan, Blair Witch Project, Following dan Cloverfield.


Kalau jaman sekarang ini sutradara yang memakai gaya tersebut antara lain Christopher Nolan (yang bikin Inception dan The Dark Knight Trilogy), Paul Greengrass (salah satu sutradara film Bourne) dan Gugun Ekalaya (cie hiahahaha) :p . Nggak cuma di film-film bioskop, gaya Cinéma vérité juga nular ke serial-serial TV. Jadi kalo kalian lihat sinetron kameranya dipegang handheld goyang-goyang gitu anggaplah mereka ketularan racun Cinéma vérité. Tapi perlu saya ingatkan kalau Cinéma vérité dengan shaky cam itu beda. Cinéma vérité biasanya gambarnya unstable, shaky namun semua yang shaky nggak selalu bisa disebut dengan Cinéma vérité. Yang mau saya bahas adalah soal shaky saja.

Umumnya shaky cam adalah hal yang ingin dihindari para filmmaker. Alasan utamanya adalah bahwa gambar yang goyang-goyang akan bikin penonton pusing. Kalau kita fokus pada isu kepusingan ini maka film-film 3D (stereographic), dan film-film dengan permainan cahaya berlebih mendapat masalah serupa. Tentu nggak semua orang nyaman kan nonton film 3D? Saya ingat ketika masih SMP orang-orang mengeluhkan tayangan anime Saint Seiya karena banyak adegan cahaya berkerlap-kerlap cepat. Lantas bagaimana jika gambar goyang alias shaky sebagai sebuah gaya? Atau sebagai sebuah teknik visual?

Dalam produksi film amatir atau indie, shaky cam yang terjadi tak selalu bisa dinamakan sebagai Cinéma vérité. Ada kalanya hal itu terjadi gara-gara kurang alat saja. Maunya gambar smooth tapi tak ada stabiliser buat kamera, jadilah shaky. Akan tetapi repotnya, ketika indie filmmaker memang sengaja menerapkan gaya Cinéma vérité lewat shaky cam, orang-orang lantas menghakiminya sebagai cacat. Saya rasa penilaian itu kadang terasa berlebihan. Goyang dikit dituduh sok Cinéma vérité, disuruh-suruh pakai tripod atau stabiliser padahal emang maunya filmmaker gambar terlihat "bernyawa". Baiklah...bagaimana seharusnya shaky cam itu digunakan?

Dalam penilaian saya yang mana bisa jadi cara ini hanya cocok untuk saya, shaky cam digunakan untuk:

1. Adegan-adegan yang bertujuan membangkitkan rasa disorientasi. Misalnya adegan laga. Tentu nggak semua adegan laga bisa kita terapkan cara ini. Kelemahan teknik ini adalah membuat detail koreografi laga tertutupi. Kadang beberapa filmmaker menggunakannya memang sengaja untuk menutupi kurangnya kemampuan aktornya.

2. Adegan-adegan yang tegang. Misalnya dalam film thriller. Adegan penguntitan akan terasa tegang beneran jika camera kita biarkan shaky.

3. Adegan-adegan dialog yang intens. Misalnya adegan dua orang yang bertengkar.

4. Adegan-adegan yang dimaksudkan untuk mengesankan "hidup", realis, tak terlalu "staged". Misalnya suasana cafe, warung dll.

5. Adegan gempa bumi....ya karena lebih susah menggoyang setting daripada menggoyang kameranya (ngiahahaha...guyon, Om...)

Menurut saya shaky is okay. Asalkan dalam porsi yang pas. Bagi saya gambar yang smooth aja malah bikin ngantuk. Jadi anggaplah shaky itu juga sama saja kayak smooth. Keduanya harus digunakan secara pas. Toh kita menilai film itu nggak bisa lewat sepotong scene aja, harus dalam lintasan waktu dan pengaliran cerita. Kalau masih tidak sreg dengan "pembelaan" saya terhadap shaky cam, silakan mendebat Om saya Christopeher Nolan dalam karyanya Following. Film ini banyak banget shaky cam-nya.


Tapiii...ada tapinya nih....Sebaiknya kita jangan lantas beralasan shaky sebagai pilihan jika sebenarnya itu cuman karena gak ada alat. Beda loh, antara shaky sebagai pilihan dengan shaky sebagai "kecerobohan" (meskipun kebetulan emang pas gak punya alat stabiliser).

Terakhir, mari kita agak bedakan antara "shaky" dengan "handheld". Di beberapa pembicaraan soal film, saya temukan kedua kata ini digunakan secara berbeda. Sebenarnya handheld itu teknik dan shaky itu hasil. Handheld itu tak harus shaky...hmmm ya shaky sih tapi tingkatnya ada bermacam-macam. Kamera yang shaky biasanya dipegang secara handheld alias langsung tanpa stabiliser. Sedangkan handheld bisa saja merupakan cara mengambil gambar yang tak terlalu smooth (stabilized) namun juga tak terlalu shaky (goyang parah).

Oke deh...plis gunakan shaky seperlunya dan seindahnya saja, namun juga jangan asal mencela tanpa tahu konsep filmmakingnya :)

Artikel dengan kata kunci terkait:

Bagikan artikel ini :

Post a Comment

 
Copyright © 2011.   JAVORA INSTITUTE - All Rights Reserved