(Bagian I - III) (Bagian IV - V) (Bagian VI - VII) (Bagian VIII)
(Bagian IX) (Bagian X) (Bagian XI) (Bagian XII - XIII)
==================================================================
DAFTAR PEMBAHASAN
PENGANTAR
I.
PENDAHULUAN: MASALAH DEFINISI
II. LATAR BELAKANG DI AMERIKA TAHUN 1908 HINGGA 1940-AN
III.
NEW HOLLYWOOD TAHUN 1950-AN
HINGGA GERAKAN INDEPENDEN TAHUN
1990-AN
IV.
LATAR BELAKANG DI HINDIA BELANDA TAHUN 1900-AN
V.
USMAR ISMAIL DENGAN PERFINI TAHUN 1950-AN
HINGGA KINE KLUB TAHUN 1960-AN
VI.
FILM EKSPERIMENTAL GOTOT PRAKOSA TAHUN 1970-AN
HINGGA GARIN NUGROHO TAHUN 1990-AN
VII.
KULDESAK DAN GENERASI BARU
FILM INDONESIA PASCA REFORMASI 1998
VIII.
EXHIBISI FILM INDEPENDEN INDONESIA SEJAK TAHUN 1999
- FESTIVAL FILM
- RUANG EXHIBISI FILM ALTERNATIF
IX.
KOMUNITAS DAN INDIVIDU PERFILMAN INDEPENDEN
INDONESIA
SEJAK TAHUN 1999
- JAKARTA, JAWA BARAT DAN SEKITARNYA
- JAWA TENGAH, JOGJAKARTA DAN
SEKITARNYA
- JAWA TIMUR, BALI DAN SEKITARNYA
- KALIMANTAN, SULAWESI, PAPUA DAN
SEKITARNYA
- ACEH, SUMATRA DAN SEKITARNYA
- FORUM KOMUNAL ONLINE
X. SOROTAN KHUSUS: PENGARSIP FILM INDEPENDEN INDONESIA
XI.
RESPON TERHADAP GERAKAN FILM INDEPENDEN INDONESIA
- PEMERINTAH
- LEMBAGA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
- INDUSTRI
- MASYARAKAT
XII.
WLINGIWOOD, RIAK KECIL GELIAT PERFILMAN INDEPENDEN
DI KAMPUNG SAYA SENDIRI
XIII.
PENUTUP: SEBUAH KESIMPULAN
DAFTAR
BACAAN
PENGANTAR
Tulisan
ini saya buat untuk memahamkan terutama pada diri sendiri, bagaimana pelaku
perfilman independen Indonesia membentuk wajah perfilman nasional saat ini.
Meskipun kecil sekali, saya merupakan bagian darinya. Saya membuat film sejak
2005 namun baru belajar mengenai ekosistem perfilman Indonesia sejak membuat
tulisan ini. Ini bukan sebuah tulisan akademis yang layak. Saya menganggapnya
sebagai semacam "coretan buku harian" untuk merayakan Bulan Film
Nasional yang jatuh pada 30 Maret. Jadi ini proyek pribadi semata.
Sumber
tulisan ini sebagian besar dari penelusuran di internet yang sebisa mungkin
saya cek silang antar situs. Jika mungkin dengan pelakunya, namun sayangnya
saya tak banyak kenal orang-orang di ekosistem perfilman. Sebagian lain dari
tulisan ini juga bersumber dari buku-buku yang saya baca terutama Seri Wacana
Sinema diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta. Saya juga membaca beberapa
skripsi, paper, esai dan artikel yang bisa saya temukan di internet. Terakhir,
sebagian kecil (sekecil pengalaman saya) dari tulisan ini bersumber dari
pengalaman saya pribadi yang mengalami masa kecil tahun 80an, jadi remaja di
tahun 90an akhir dan mulai belajar film di tahun 2000an pertengahan. Saya
mengamati peristiwa itu dan juga sedikit berinteraksi dengan beberapa orang
yang bergerak di perfilman.
Di bagian ujung bab sebelum penutup nanti saya akan menulis mengenai sejarah komunitas saya sendiri. Tidak dengan niat membesar-besarkan perannya, apalagi kami memang terlalu kecil untuk masuk dalam catatan resmi sejarah perfilman Indonesia. Jadi ya siapa lagi kalau bukan saya sendiri yang mencatatnya?
Terimakasih
saya ucapkan kepada:
·
Johan Argono sahabat saya sewaktu bersama
mendirikan Sanggar Saanane. Tanpa bermula di situ saya mungkin tak akan
berkarya film di kota kecamatan ini. Anggota komunitas dan murid kami dari tiap
angkatan sungguh membantu saya menapaki jalan film yang “pahit dan bergizi”
ini.
·
Putera Iga Arrahma (Tera) yang melanjutkan
saya jadi koordinator komunitas Wlingiwood Filmmakers. Wawasan perfilman
independen lokalnya sangat jauh berkembang dan saya meminta masukan mengenai
tokoh-tokoh yang perlu disebut di tulisan ini.
·
Mbak Lulu Ratna yang telah memberikan soft
copy buku-buku yang bisa saya baca.
·
Wim Hof Method. Saya menulis ini selama
kurang lebih seminggu dari pagi hingga malam. Mustahil saya tetap sehat tanpa
menggunakan ilmu pernapasan ajaib ini.
·
Individu-individu pelaku peristiwa yang
pernah chat dan ngobrol sama saya. Beberapa informasi yang bukan berasal dari
literatur adalah hasil dari chat dan ngobrol dengan mereka sebagai pelaku
peristiwa misalnya Benny Kadarhariarto, Fauzan Abdillah, Betet Kunamsinam,
Terry Tjung, Adri Addayuni, Adi Victory, Aris Prasetyo dan lain-lain.
·
Pihak-pihak yang tak tersebutkan, yang
secara tak langsung membuat saya bisa merampungkan tulisan pendek ini.
Salam
dari Wlingiwood!
Wlingi,
30 Maret 2021
I. PENDAHULUAN: MASALAH DEFINISI
Istilah independen adalah istilah ambigu dan selalu digunakan dalam konteks berbeda sepanjang sejarah perfilman. Pertanyaan mendasar yang perlu dilontarkan adalah independen versi mana? Independen dalam hal apa? Independen dari segi apa?
· - Independen secara pendanaan?
·
- Independen dari tekanan aspek kreatif oleh
investor?
·
- Independen dalam hal distribusi?
·
- Independen dalam hal semangat?
· - Independen dalam hal gagasan?
Pertanyaan
ini perlu karena istilah "film independen", saya percaya, awalnya
populer di Amerika (Hollywood) lalu digunakan dalam konteks yang berbeda di
Indonesia. Jadi sebelum membicarakan soal film independen atau
"indie" di Indonesia, kita perlu menelusurinya jauh ke belakang. Kita
perlu melihat konteksnya di sejarah perfilman Amerika khususnya Hollywood.
II. LATAR BELAKANG DI AMERIKA TAHUN 1908 HINGGA 1940-AN
Pada
awalnya yang disebut dengan sinema independen adalah gerakan sekelompok pembuat
film Amerika tahun 1908 yang ingin lari dari sebuah aturan bernama “Edison
Trust”. Edison Trust adalah suatu perjanjian hukum yang dibuat oleh perusahaan
milik Thomas Alfa Edison. Pada masa itu Edison menguasai banyak aspek yang
berhubungan dengan film (mulai dari hak paten kamera hingga stok film). Untuk
melindungi kepentingan bisnisnya, Edison mematenkan produknya sehingga siapapun
yang bikin film memakai teknologinya harus membayar royalti kepadanya. Para pembuat
film lain tidak suka terhadap aturan yang terlalu menguntungkan pihak Edison
ini, sehingga mereka lari dari wilayah hukum dimana “Edison Trust” berlaku.
Para
“pelarian” ini lalu menemukan Hollywood, sebuah wilayah di California yang
menyambut ramah kedatangan para pembuat film. Makin lama Hollywood berkembang
setelah para pembuat film lain ikut-ikutan pindah ke situ. Dari Hollywood
dimulailah apa yang disebut “studio system”, sebuah sistem pembuatan film yang
kemudian mapan menjadi cara yang dipakai oleh industri film di Amerika.
Film-film yang mereka produksi kemudian dikenal dengan istilah film Hollywood.
Puncak keemasan Hollywood menjadikan 5 studio besar berikut ini mendominasi
produksi film Amerika alias Hollywood: Metro Goldwyn Meyer, RKO Pictures,
Paramount Pictures, 20th Century Fox Studio dan Warner Bros. Film-film klasik
seperti "Gone With The Wind" dan "Wizard of Oz" (keduanya
disutradarai Victor Fleming dan rilis pada 1939) menjadi penanda era ini.
Bagaimanapun ada pihak yang tidak terima dengan kondisi ini. Studio system adalah sistem tertutup yang kemudian memonopoli semua aspek industri perfilman Amerika saat itu. Bikin film seperti pabrik, karyawan digaji tetap dan jenjang karir tidak mudah. Terdorong oleh masalah pembagian pendapatan secara adil, Charlie Chaplin, Douglas Fairbanks dan kawan-kawan mendirikan United Artists pada 1919 agar bisa independen dari studio system dalam mengatur hak-hak pendapatannya. Sementara 5 studio besar masih menjadi the major studio alias "The Big Five", United Artists bersama Universal Pictures dan Colombia menjadi "the major minors".
Tahun
1941 The Society of Independent Motion Picture Producers (SIMPP) didirikan
untuk melindungi dan memberi ruang gerak bagi para pekerja film dari studio
system. SIMPP lalu mengajukan tuntutannya kepada pemerintah agar
perusahan-perusahan besar di Hollywood tidak memonopoli gedung bioskop. Hal ini
bertujuan agar biaya produksi film bisa lebih terjangkau dan selanjutnya biaya
distribusi lebih murah. Tuntutan ini dikabulkan oleh pengadilan tinggi Amerika
pada tahun 1948, yang kemudian melemahkan Studio System. Rupanya lemahnya
Studio System berdampak luas pada melemahnya industri perfilman Amerika secara
keseluruhan.
Di
saat itu ada studio kecil yang membuat film dengan budget lebih rendah, pakai
aktor yang tak terkenal dan hanya diputar di bioskop kelas dua di Amerika.
Monogram Pictures Corporation (Allied Artists Pictures Corporation) meluncurkan
"It Happened on Fifth Avenue" (1947) yang dimasukkan dalam kategori baru,
"film kelas B". Seorang mantan pegawainya, Roger Corman meneruskan
hal serupa hingga ia kelak dijuluki sebagai "bapak film kelas B".
Roger Corman kelak menjadi mentor dari banyak filmmaker besar seperti Francis
Ford Coppolla, Martin Scorsese, James Cameron dan lain-lain.
III.
NEW HOLLYWOOD TAHUN 1950-AN
HINGGA GERAKAN INDEPENDEN TAHUN 1990-AN
Gerakan
French New Wave’s Art Cinema di Prancis pada kurun 1950 sampai 1960an membawa
pengaruh ke mana-mana termasuk Amerika. Pendekatan yang lebih artistik dan
personal memunculkan gagasan baru dalam bikin film. Film menjadi lebih realis,
mendobrak hal-hal tabu dan mulai diperbincangkan sebagai karya seni.
Studio
besar Hollywood yang terancam kolaps mulai beradaptasi dengan memakai sutradara
muda baru. Mulailah era "New Hollywood". Ikon dari era ini antara
lain film "Bonnie and Clyde" (Arthur Penn, 1967) dan "Easy
Rider" (Dennis Hopper, 1969) yang selain dapat nominasi Oscar juga diputar
di Cannes Film Festival. Juga aktor dan sutradara John Cassavetes yang mendapat
nominasi Academy Award for Best Original Screenplay untuk film
"Faces" (1968) serta Academy Award for Best Director untuk film
"A Woman Under the Influence" (1974). The Independent Spirit Awards,
salah satu festival film independen bergengsi di Amerika menamakan salah satu
penghargaannya "the John Cassavetes Award" untuk menghormatinya.
Pada
tahun 1978, Sterling Van Wagenen, Charles Gary Allison dab Robert Redford
mendirikan Utah/US Film Festival sebagai ajang menampilkan film independen. Ini
kelak menjadi cikal bakal Sundance Film Festival yang mendapat namanya secara
resmi pada tahun 1991. Pada tahun 1992, Robert Rodriguez melalui filmnya
"El Mariachi" berhasil menembus distribusi jalur mayor. Kesuksesan
Robert Rodriguez membuatnya jadi ikon gerakan indie tahun 90an yang nanti akan
berpengaruh ke Indonesia. Ciri dari gerakan sinema indie tahun ini adalah
biasanya memakai kamera video analog yang kelak berkembang jadi digital pada
tahun 2000-an.
Nah,
sekarang mari membahas dinamika gerakan independen di Indonesia.
Post a Comment