(Bagian I - III) (Bagian IV - V) (Bagian VI - VII) (Bagian VIII)
(Bagian IX) (Bagian X) (Bagian XI) (Bagian XII - XIII)
==================================================================
XII. WLINGIWOOD, RIAK KECIL GELIAT PERFILMAN INDEPENDEN
DI KAMPUNG SAYA SENDIRI
Mengikuti
gairah rekan-rekannya di daerah lain, di sebuah kota kecamatan yang tak
terkenal juga muncul gerakan perfilman indie. Wlingi adalah sebuah kota kecil
yang terletak di sebelah timur agak ke barat kabupaten Blitar. Bagi pengunjung
dari kota lain, Wlingi mungkin paling mudah dicapai dengan kereta api.
Kebetulan Stasiun Wlingi jadi tempat berhenti kereta api kelas eksekutif.
Setiap dari Blitar ke Malang pasti lewat Wlingi. Dua kota besar terdekat dengan
Wlingi adalah Kediri di sebelah barat dan Malang di sebelah timur (ingat,
Wlingi masuk dalam kabupaten Blitar).
Wlingi
tak pernah masuk dalam film hingga "Punk In Love" (Ody C. Harahap,
2009). Hanya satu shot (itu pun singkat) di mana karakternya naik mobil pickup
melewetai gerbang Kota Wlingi. Sayang sekali padahal di Wlingi ada taman kota
yang luas dengan arena bermain, ada pasar tradisional yang besar, pasar hewan
juga ada, ada bendungan obyek wisata, bangunan-bangunan tua ada beberapa namun
menunggu kehancuran. Meskipun produksi film sudah ada sejak 2009, mungkin baru
mulai pada 2015 nama Wlingi lirih terdengar dalam jagad perfilman nasional. Itu
karena aktivitas komunitas Wlingiwood Filmmakers.
Berawal
dari SMAN 1 Talun, Kabupaten Blitar. Saya yang alumni dari sini mulai mengajari
bikin film di ekskul Teater pada tahun 2009, yakni dengan produksi film pendek
“Tanggal Merah” yang naskahnya ditulis murid dan saya membimbing murid untuk
menyutradarai. Setelah itu saya selalu membagi kegiatan setahun jadi dua yakni
semester pertama main teater, semester kedua bikin film. Ada dua film agak
panjang yang pernah kami produksi yakni “Apyun” (2010) dan “Sakti” (2012). Nanti
kegiatan film tersebut menjadi ekskul tersendiri sejak 2015. Akibatnya
perfilman menjadi lumayan akrab di lingkungan SMA ini dan bahkan pada tiap
acara Dies Natalies sekolah, ada program kompetisi film antar kelas. Alokasi
bakat dari kegiatan film SMA ini antara lain adalah mengikuti FLS2N, sebuah
event kesenian yang digelar Departemen Pendidikan Nasional tiap tahun. Film
pendek adalah salah satu nomor yang dilombakan sejak tingkat kabupaten hingga
nasional.
Aktivitas mentoring saya di SMAN 1 Talun ini kelak akan melahirkan komunitas lokal yang nanti dikenal dengan nama Wlingiwood Filmmakers. Wlingiwood Filmmakers bermula sejak tahun 2014 setelah saya membimbing tim sekolah untuk ikut FLS2N tahun itu. Pertemuan dengan aktor asal Blitar Betet Kunamsinam mendorong saya memproduksi film "Sandera" (2014) yang kemudian berkelanjutan menjadi pembentukan komunitas. Sandera adalah adalah film fiksi pertama yang dibikin dalam format Full HD di Wlingi. Film itu kami putar di beberapa titik di kota kami misalnya di halaman kantor Telkom Wlingi, di kelas, di UPT Bung Karno Blitar dan juga didiskusikan. Karena ini lalu saya mendapat permintaan membina perfilman di SMK PGRI Wlingi. Dalam membina sering saya ajak Wlingiwood Filmmakers terlibat. Dari sinilah kita makin jelas kegiatannya yakni antara lain memberikan mentoring produksi film di sekolah-sekolah dan kelompok kecil serta aktif mengikuti festival film di Indonesia.
Film yang diproduksi Wlingiwood bisa dikenali lewat posternya yang mencantumkan logo Wlingiwood di atasnya. Selain itu juga opening film akan menampakkan logo tersebut meskipun Wlingiwood sendiri bukanlah sebuah production house. Film yang mencantumkan logo ini berarti melibatkan Wlingiwood di aspek produksinya. Hingga tulisan ini dibuat, sistem produksi di Wlingiwood adalah 100% independen, yakni:
·
Independen secara pendanaan, bukan dari
badan pemerintah maupun swasta dan bukan juga donasi maupun investasi di luar
anggota komunitas
·
Independen secara kreatif, tidak menyewa
tenaga teknis maupun artistik di luar komunitas
·
Independen dari segi gagasan, tidak
menuruti jargon-jargon atau idealisme di luar komunitas termasuk keharusan
mengangkat isu terkini dan corak lokalitas
· Independen dalam hal distribusi, tidak melewati jejaring bioskop atau industri yang mapan.
Komunitas Wlingiwood hingga kini terus aktif memberikan edukasi perfilman secara online maupun offline. Film dari komunitas ini misalnya "Bid & Run" (saya sutradaranya, 2015) finalis Festival Sinema Perancis 2015 dan "Anxietus Domicupus" (masih saya sutradaranya, 2020) Nominator Best Comedy di HelloFest #14, Nominator Film Terbaik di GenFlix Film Festival 2020 serta Pemenang Film Cerita Pendek Terpilih Piala Maya ke-9 tahun 2021.
Prestasi yang pernah diraih warga Wlingiwood Filmmakers dan binaannya antara lain:
·
2014: EXAM SUICIDE juara 2 FLS2N tingkat
propinsi Jawa Timur
·
2015: BID & RUN finalis Festival
Sinema Prancis, SIX PACK juara 2 lomba film pendek Kementrian Kesehatan
·
2016: HOBI MINORITAS PARKOUR masuk SODOC
(Solo Documentary Film Festival)
·
2019: THE FICTION MASTER finalis HelloFest
13 dan didistribusikan oleh GoPlay
·
2020: ANXIETUS DOMICUPUS nominator Best
Comedy HelloFest 14, nominator Sinematografi Terbaik, nominator Film Terbaik
dan Special Jury Mention di Genflix Film Festival, Bronze Deer Award di
Moviement Film Festival
· 2021: ANXIETUS DOMICUPUS memanangkan Film Cerita Pendek Terpilih pada Piala Maya Ke-9
Di Wlingiwood tidak dikenal jabatan ketua melainkan Koordinator Umum. Koordinator ini bertugas mengkoordinasi seluruh kegiatan di Wlingiwood juga menjadi juru bicara jika diperlukan. Di dalam Wlingiwood ada beberapa kelompok produksi baik yang sifatnya amatir maupun pra-profesional. Produksi yang saya jalankan misalnya, saya sebut sebagai pra-profesional: Kru dibayar mepet UMR sehari, volunteer dikasih kaos.
Pada tahun 30 Maret 2017, Wlingiwood Filmmakers juga pernah mencoba membuat festival film untuk pertama kali. Di dalamnya hendak kami putar sederetan film buatan kami plus film undangan dari komunitas luar. Perijinan diurus mulai dari Kelurahan, Kepolisian hingga Koramil. Kami mendapat bantuan terob, soundsystem, proyektor dan panggung dari Camat Wlingi waktu itu Bapak Totok Tri Wibisono. Kami bahkan sudah memasang baliho besar sekitar 4 x 3 meter di depan halaman kecamatan Wlingi. Layar tancap kurang lebih 6 x 3 meter sudah kami pasang sejak sore. Sayang acara ini digagalkan oleh hujan lebat dan banjir setinggi mata kaki pada sekitar isya’, padahal jam setengah delapan acara mau dimulai. Acara lalu dipindah ke dalam gedung kecamatan. Acara tetap kami langsungkan hingga selesai. Seingat saya ada 5 orang saja dari luar komunitas yang hadir, sedangkan sisanya kami sendiri sejumlah tak kurang dari 15 orang dengan makanan yang disediakan gratis dan melimpah.
XIII. PENUTUP: SEBUAH KESIMPULAN
Jika
kita tilik dari sejarahnya di Amerika, apa yang disebut sinema independen
adalah dinamika industri yang terjadi di Hollywood. Indie bukan selalu berupa
film dengan budget murah yang dibuat secara digital. Ada juga film indie dengan
budget jutaan. Warner Bros, studio besar itu pun pernah punya label Warner
Independent Pictures (2003 - 2008) yang merilis "Before Sunset" dan
"Slumdog Millionaire". Gimana ceritanya studio gede kok menyebut diri
independen? Rupanya independen ini tak bermakna literal sama sekali. Istilah
independen lalu digunakan secara longgar mengikuti situasi yang ada.
Ada
3 hal yang menjadi latar kelahiran film independen di Amerika: Edison Trust,
dominasi Studio System dan lahirnya teknologi digital. Sedangkan di Indonesia
sendiri tidak ada studio system sebagaimana di Amerika. Dalam amatan saya,
gerakan film independen di Indonesia setidaknya merespon 4 hal: Regulasi
pemerintah beserta aturan dalam asosiasi, dominasi kelompok bermodal,
terpuruknya film nasional dan keterbatasan aset produksi. Jadi kita bisa
melihat perbedaan dan persamaan konteksnya dengan Amerika. Sama halnya dengan
Amerika dan belahan dunia lain, independen adalah istilah yang dinamik. Akan
terus diredefinisikan menurut kondisi yang dihadapi. Perubahan akan direspon
secara terus menerus dan wajah sinema tak akan pernah sama.
Jalur independen merupakan keumuman untuk filmmaker yang hendak membangun awal karir. Ini sekaligus menjadi ironis karena gerakan independen hanya terpakai sebagai batu pijakan ke industri. Bisa dimaklumi karena karier di film memerlukan stabilitas ekosistem yang mana industri mayor pun kadang kesusahan. Menurut produser Lifelike Pictures Sheila Timothy, bisnis film itu beresiko tinggi. Independen adalah ketidakpastian yang ternyata terus hidup bagai virus dalam sejarah. Kita ingat lagi bahwa bangkitnya industri film nasional pun diawali oleh gerakan independen, tak hanya kalangan profesional namun juga komunitas amatir. Keberadaan kaum independen inilah yang menjaga perfilman nasional tetap hidup sejak awal reformasi hingga kini.
DAFTAR BACAAN
Referensi Buku, Jurnal, Skripsi, Disertasi dan lain-lain:
·
ANTARKOTA ANTARLAYAR Potret Komunitas Film
di Indonesia oleh Adrian Jonathan Pasaribu, Deden Ramadani, Levriana Yustriani,
Dewan Kesenian Jakarta 2019.
·
JIWA REFORMASI DAN HANTU MASA LALU Sinema
Indonesia Pasca Orde Baru oleh Quirine Van Heeren, Dewan Kesenian Jakarta 2019.
·
DIREKTORI FESTIVAL FILM Dunia Dan
Indonesia, Komite Film Dewan Kesenian Jakarta & COFFIE (Coordination For
Film Festival In Indonesia) 2019.
·
Mendefinisikan Ulang Film Indie: Deskripsi
Perkembangan Sinema Independen Indonesia oleh Idola P Putri, Jurnal Komunikasi
Indonesia 2013.
·
PARADOKS DAN MANAJEMEN KREATIVITAS DALAM
INDUSTRI FILM INDONESIA oleh Elvy Maria Manurung, Disertasi Program Doktoral
Universitas Kristen Satya Wacana 2017.
·
DINAMIKA SINEAS DALAM PEMBUATAN FILM
INDEPENDEN (Studi Kasus Sineas di Kota Makassar) oleh Muh. Rifai Ramli, Skripsi
Jurusan Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar 2016.
·
RESISTENSI PRODUKSI FILM INDIE DI
INDONESIA 1970-2001 (Indonesian Indie Movie Resistens 1970-2001) oleh Donny
Dellyar Noer, SH, Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Muhammadiyah Jember -.
·
TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN KOMISIF DALAM
FILM MAK KELAPON KARYA ADRI ADDAYUNI oleh Elize Wardany, Patriantoro, Nanang
Heryana, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan
Pontianak -.
·
MELAWAN KUASA MEDIA DENGAN MEDIA Studi
Eksplorasi Manajemen Media Watchdoc Documentary Maker Sebagai Media Alternatif
oleh Permata Putri Ismah Ariani, Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang 2017.
·
filmindonesia.or.id
·
cinemapoetica.com
·
ericsasono.com
·
acehtrend.com
·
tirto.id
·
lokadata.id
·
jaff-filmfest.org
·
arkipel.org
·
in-docs.org
·
boemboe.org
·
minikino.org
·
rumata.or.id
·
ciptacitra.id
·
pialamaya.com
·
mantrianimasi.blogspot.com
·
pabriktjerita.blogspot.com
·
wlingiwood.blogspot.com
·
komunita.id
·
imdb.com
·
wikipedia.org
Post a Comment