Akting Untuk Film

Konsep akting untuk film saya bedakan dengan akting untuk panggung (pentas teater). Meski latian dasarnya sama, eksekusinya untuk dua media ini saya bedakan. Sebelum kita bicara soal beda dan detail, secara umum akting itu aturan umumnya adalah BELIEVABILITY. Akting yang membuat penonton masuk ke cerita.

Basis Latihan Akting

Saya membagi akting itu ada 2: Fisik dan Mental.

Akting Fisik adalah pendayagunaan tubuh untuk bergerak dan menunjang akting mental. Aktor laga, aktor penari, stunt fighter adalah yang paling banyak menggunakan akting jenis ini.

Akting Mental adalah permainan watak, karakter membuat penonton terbawa pada emosi yang kita bangun. Kalo aktornya akting nangis, kita juga ikut sedih. Kalo dia akting takut, kita juga merasakan ketakutannya.

Akting fisik dan mental itu satu kesatuan ya…jangan dipisahkan seperti Romeo dan Juliet.
Sehubungan dengan itu kalo latian akting biasanya saya mulai dari oleh fisik (terdiri dari napas, suara dan mimik wajah). Lalu latian ekspresi emosi (terdiri dari penghayatan, improvisasi dan imajinasi).

Berdasarkan eksekusinya saya membagi akting ada 2: Mayor dan minor. Mayor itu akting yang ada di naskah. Kalau minor itu pelengkap untuk menjiwai akting mayor tadi. Bisa berupa variasi sikap tubuh atau gesture. Sejauh aktor nyaman melakukan.




Murid-murid saya sedang latian akting natural

Eksekusi Akting

Nah, tadi saya tulis bahwa akting untuk film saya bedakan dengan akting untuk panggung (pentas teater). Maksudnya gini:

Akting teater: Ada unsur eksagerasi (exaggerate). Ada yang dilebih-lebihkan. Suara diperbesar volume agar proyeksinya nyampe ke penonton paling belakang. Sering perasaan diverbalisasikan. Misalnya ketika akting menunggu sesuatu sampai lama, aktor mengungkapkannya ke penonton. “Aduuuh kok lama banget sih?” Si aktor berkali-kali lihat jam, wajahnya gelisah, mondar-mandir dll.

Akting film: Saya mendekatinya lebih secara natural dan realis. Sewajarnya. Misal kalo akting menunggu sesuatu yang lama, saya visualisasikan gini: Shot aktor duduk diam. Wajah terlihat bete. Lalu ada shot daun bergoyang. Kamera bergerak pelan. Lalu ada shot close up jarum jam yang berdetak, kemudian ekstreme close up jari mengetuk-ngetuk meja dll.

Nah, di situ bedanya. Dalam film kita memadukan akting dan visual storytelling. Aktor nggak selalu harus mondar-mandir. Kegelisahan itu kita ungkapkan lewat editing dan pergerakan kamera.

Karena pendekatan film saya adalah realisme, maka saya tidak mendekati akting dengan cara seperti…"main teater yang direkam video".

Tentu bukan berarti akting yang verbalis atau exaggerated tadi salah samasekali. Nggaaaak. Cuman liat dulu konsepnya gimana. Di film juga ada yang konsepnya emang di-lebay-kan gitu.


Intinya, akting harus BELIEVABLE. Apa yang mau disampaikan ke penonton? kalau konsepnya lebay, ya tampilkan lebay. Kalo realis, maka tampilkan realis. Ada konsep dan porsinya masing-masing.

Gunakan teori akting manapun yang bisa mendukung performa aktor kita.

Artikel dengan kata kunci terkait:

Bagikan artikel ini :

+ comments + 2 comments

March 24, 2015 at 10:56 AM

Bermanfaat bgt om gugun.., cucok buat saya yg lagi pengen belajar ginian.. Trims

April 26, 2015 at 7:39 AM

Sama-sama Om Mr. Sakses alias Om Abhai Ceppee hehe saling belajar dan berbagi

Post a Comment

 
Copyright © 2011.   JAVORA INSTITUTE - All Rights Reserved