Filmmaking: Tentang Alat dan Proses Berkarya (saya)

Selama bikin film saya cenderung hanya bisa memakai alat seadanya. Nggak pernah punya akses ke alat yang canggih-canggih banget. Nih reviewnya.


-Kamera saku Sony dan Kodak: Aslinya cuma kamera foto yang ada fitur video. Resolusinya cuma sampai 640 X 480. Sama teman sudah dibilangin, "Nggak bisa buat filem itu, Pamaaaan!". Saya nekad. Yah hasilnya sekelas gambar jaman format VCD :) keuntungan portabilitas tinggi, kekurangan yaaaa semuanya: gambar resolusi rendah mau diapain coba? Akhirnya ya bikin aja kayak film rusak.

-Kamera syuting manten (MD10000). Gambarnya lumayan (576p), repotnya masih pakai kaset. Harga kaset 25 ribu dan selesai syuting harus dicapture dulu ke harddisk selama sejaman. Keren buat pamer...kayak syuting film beneran.

-Handycam, gambar setara 11-12 ama kamera syuting manten. Sama repotnya soal capture dari kaset namun portabilitas lebih enak.

-DSLR's, yang saya pakai pertama 550D (pinjam). Belum bisa makainya, masih "nggumunan" ama kamera resolusi tinggi setelah sebelumnya cuma pake kamera saku. Terakhir saya pakai 650D yang cukup cepat pakai, layarnya touchscreen. Kecepatan penting bagi guerilla filmmaker kayak saya. Selain itu juga nyoba 700D dan 70D yang secara kualitas mirip-mirip.

Nah, karena most of kita sedoyo nggak affordable buat dapet gears mahal macam Sony a7s, maka gunakan cara Ninja. Ketahui kelebihan dan kekurangan alat yang kita punya buat berkarya.

Memang sih ide sering dibatasi oleh alat. Eksekusi jadi terbatas. Tapi masak mau mengeluh terus. Gak punya ini lah...gak punya itu lah...

Sewaktu pakai DSLR untuk pertamakalinya, saya nggak paham apa itu segitiga eksposyur (panganan opo meneh iki?) Ketika gambar nggak terang kami genjot ISO gak tanggung-tanggung. Nggak paham apa itu noise. Ulah kami ini jadi bahan ketawaan dalam hati para videografer senior. Kok tahu kalau ketawa dalam hati? Ya tahu...saya kan melihatnya pakai hati juga.

Paling tidak kami udah berani berkarya deh.


Sudah umum pemula macam kita melakukan kesalahan. Namun lebih umum lagi yang tidak melakukan kesalahan...karena mereka tidak bikin karya.

Lama-lama saya nggak pernah lagi mempertanyakan alat mana yang paling bagus. Namun pertanyaan saya menjadi:

"Nih alat bisa diapain aja?"

Know your weakness to build your strength. Just like Ninja.

Itulah kenapa, dalam sharing soal filmmaking saya selalu tekankan passion dan kreativitas nomor satu, alat nomor dua.

"Taste" nomor satu, teknik nomor dua.

Gitu...

Nah, karena pengalaman berkarya itu saya sering ditanya gimana sih caranya bikin film?


Ya bikin aja. Kalau kita emang ingin dan passionated, kita akan tertuntun secara otomatis untuk mewujudkannya. Film pertama saya dibikin tanpa pengetahuan samasekali. Saya dibantu anak-anak yang paham kamera, editing lebih dulu. Saya bahkan nggak tahu cara menyutradarai :D

Hasilnya ultra kacrut bin najissss :D tapi di situ saya dapat pengalaman pertama dan SPIRIT!!!!

Prosesnya gini...

80an=saat SD, bikin film memakai kamera dari kardus, lensa dari corong/pitingan lampu bohlam, aktornya teman-teman main sekampung, kostum dari kertas, knockoff dari Saur Sepuh. Hasilnya cuma imajinasi tentang film yang sudah jadi. Aktor-aktor lantas digantikan wayang dari kardus saat screening pake lampu senter ke tembok.

Lalu saya menunggu laaaaamaaaaaaa....sampai suatu ketika...

2006=bikin film sendiri pertamakali padahal nggak tahu caranya, film dinosaurus wagu, kameranya MD10000

2009=pertamakali tahu cara nyutradarai, horor wagu, pakai kamera saku

2010=pertamakali bikin film panjang, film laga wagu, direct banyak kru n hasilnya kacrut tapi menyenangkan, MD10000

2011=pertamakali sadar yang namanya pace dalam film, film monster gagal, handycam

2012=mulai mementingkan cara bertutur, belajar DSLR, green screen, koreografi kompleks, akting yang natural, film superhero aneh, EOS550D plus kamera saku

2014=pertamakali bikin FULL HD, mulai paham watak lensa, belajar lighting, cara tutur dengan pace lebih cepat, koreografi lebih dinamik, makin paham screen direction, film laga pendek dan film drama noir nanggung, EOS650D, 700D dan 70D, shotgunmic

2015=akan mulai belajar AUDIO!!!! :)

Itu cara saya belajar. Bertahun-tahun lewat proses trial n error. Di desa kami (Wlingiwood) belajar film itu dengan bikin film dan menemukan kesalahanmu di sana.


Saya ngajarin juga kegilaan ini di beberapa sekolah n komunitas. Kreativitas tidak ditentukan alat tapi passion. Dalam proses ini, kami menemukan istilah yang namanya "baterai kreatif". Itu adalah hal yang paling berharga kami punya. Alat nggak terlalu jadi kendala (sebagian besar film kami dibuat dengan pinjaman dan bantuan). Yang susah nyari team dan talent yang passionated. Tak jarang kami harus ngajarin dari nol.

Karena kami tidak pernah sekolah film. Semua ilmu kami dapat dengan mencoba dan sedikit mencuri lewat pergaulan (yang juga nggak banyak amat).

Kami banyak terima masukan, celaan dan bantuan. Semua kami terima dengan tulus, lapang dada sembari misuh keras dalam hati (misuhnya gini=jiancukkk ora melu gawe mung nylathu....) :p

Kalau dikritik jangan membela diri hehehe bikin pengritik bungkam dengan karya yang lebih baik atau diam (misuh dalam hati)

Kritikus perlu untuk mengevaluasi kita, kalau pencela...pisuhin aja.

Film Indonesia sangat maju...dalam urusan mencela tapi tertinggal puluhan tahun dalam cara bertutur, pilihan tematik dan sedikit teknis. Jadi komunitas kami memutuskan tidak akan mengkritik dan mulai membikin.

Berproses....berproses dan berproses.


Artikel dengan kata kunci terkait:

Bagikan artikel ini :

+ comments + 3 comments

March 2, 2015 at 8:53 PM

Terima kasih ya sharingnya! Saya jadi terinspirasi buat bikin lebih bagus lagi, mengingat kita semua udah ada di zaman modern dimana HD 1080 sudah ada di telapak tangan kita. Saya juga punya blog (baru pemula), masih kurang bagus, tapi monggo diliat :D

projectmpoem.wordpress.com

Saya suka bikin tutorial film gitu, mohon dikomentar ya kalo merasa ada yang kurang hahaha...

March 3, 2015 at 7:52 AM

Siap, Bro :D saya akan meluncur ke sana. Mari berbagi :D

September 18, 2015 at 7:34 PM

Baca artikel yang Mas alamin dan ceritanya sama ma kisah nyata diri sendiri, senyum kecil muncul, semangat yang tadinya seperti "Dilah Uplik" sekarang terang layaknya Ligting lampu Tembak 1000w (#Lebay). Semangat Terus mas,,,He2, Ketemu'e ono kancane

Post a Comment

 
Copyright © 2011.   JAVORA INSTITUTE - All Rights Reserved