Suatu saat di kelas kuliah sastra, dosen saya bilang, “Apa
sih gunanya baca Sastra? Dapat pelajaran moral?...ah bullshit! Baca sastra ya
supaya ati kita seneng…”
Awalnya saya kurang paham apa yang dikatakan bu dosen
berdarah Jepang yang tinggal sebagai Jawa di Solo itu. Pahamnya baru
bertahun-tahun kemudian. Pemahaman itu menjelma menjadi semacam…hmmm begini….
Ketika saya sharing ama sekelompok kecil pelajar yang sangat
pemula, pendamping mereka bilang ke anak-anak, “Coba tulis naskah yang baik,
misalnya nilai moral yang disampaikan dalam film harus jelas…bla bla”. Lalu
ketika mereka mendengarkan intruksi saya saya bilang gini…
“Dik, sebagai filmmaker pemula…jangan bicara dulu soal
moral.”
Dengan saya bilang begini mungkin guru-guru atau orangtua
langsung noleh….jeng! Jeng!
Dasar filmmaker ndeso ngajarin yang nggak bener!
Oke…gini. Saya nggak bilang bahwa bikinlah film yang bejat
dan nggak bermoral.
Filmmaker pemula sebaiknya berlatih soal bertutur. Temukan
keasyikan. Bangun passion dan…taste! Cita rasa.
![]() |
Film superhero dedemit yang juga ngotbahin...tapi asyik. Kredit gambar: cihaule/forum.indowebster.com |
Dengan membangun filmmaking skill dan taste yang bagus, suatu saat otomatis film karya kita akan menyampaikan
moralitas terdalam yang kita pegang. Tanpa harus ngoyo berkotbah, nilai-nilai pribadi
akan tersampaikan secara non verbal. Akan tetapi memang ada dua macam penonton…penonton
yang merenung, dan penonton yang gagal paham. Yang gagal paham nggak usah
diurusin. Di mata mereka kita selalu salah.
Yah, memang ada dua aliran dalam menyampaikan ide sih dalam
menyampaikan nilai-nilai pribadi dalam film.
Yang pertama adalah film propaganda. Ini bisa ditemui di
sinetron hidayah, film religi (nggak semuanya loh) dan juga film propagandanya
Hitler. Cirinya…ngajarin orang, mengkotbahin orang dan menunjukkan secara
langsung mana yang baik dan buruk. Dengan kata lain….”film bermoral” hehehe
Yang kedua adalah film perenungan. Ini ditemui pada
film-film drama tematik soal tertentu. Misalnya Platoon (Oliver Stone 1986) adalah
film perang yang sebenarnya anti perang. Children of God (Fernando Meirelles
dan Katia Lund 2002) adalah film geng yang sebenarnya anti kekerasan. Meskipun
lho ya…kedua film itu isinya visualisasi perang dan kekerasan.
Jadi kalo film ada adegan perang itu bukan berarti ngajarin
perang. Beda ya ama film porno yang emang ngajarin porno. Beda juga ama film
telanjang macam La Belle Noiseuse (Jacques Rivette 1991) yang bukan ngajarin
porno.
Penonton emang sebaiknya bisa membedakan antara nilai dan
kemasan. Butuh pemahaman berlapis dan merenung.
Kebetulan saya adalah aliran film perenungan.
Yang paling susah dengan penganut aliran macam saya adalah
berhadapan dengan kaum moralis propagandis yang sering gagal paham dan sukar
membedakan antara fiksi dan realitas.
Saya tidak mengecam mereka atau merendahkan mereka. Bagi saya
mereka cukup imut dan lucu-lucu. Selama mereka tidak mencampuri kreativitas
kita…it’s okey. Saya juga kadang nonton sinetron hidayah…saya terhibur jika lihat
good guys never win atau the evil got punished dengan cara yang konyol.
Judul-judulnya juga unyu dan antik.
Kembali soal moralitas tadi…
Tak ada yang saya salahkan dengan nilai moral (kecuali nilai
itu merusak nilai-nilai positif yang lain). Namun saya sih lebih suka jika
nilai itu disampaikan dengan cara yang keren dalam karya. Nggak verbal frontal.
Kebetulan saya nggak suka dikotbahin. Bukan karena saya sok pinter. Saya cuman
nggak cocok dengan semacam itu. Semoga anda nggak terlalu jauh menyimpulkan
saya sebagai…penolak hidayah (heheeh…cie)
Untuk filmmaker pemula…bergelut aja dulu dengan teknik dan
cara tutur (storytelling). Kalau karya kita emang bagus alias asyik…maka kita
bisa kasih nilai apapun ke dalamnya. Asyiknya…penonton bahkan nggak sadar
diinfus ama nilai itu. Ini kayak ngeracunin tanpa disadari. Atau tanpa sengaja
pun nilai pribadi itu otomatis akan tercium dengan sendirinya.
Nilai pribadi itu kayak parfum (atau malah bangkai) dalam
bungkusan lukisan seorang kreator. Kuwi bakal mambu….it’s gonna smell.
Terpikirkan nggak?
+ comments + 2 comments
Sebuah renungan., keren om gugun., tengs..
Makasih @Mr. Sakses :D
Post a Comment