ANTARA POCONG DAN ZOMBIE: MENGENANG GEORGE A. ROMERO (1940 – 2017)

Dunia film horror musti berterimakasih pada Mbah George Andrew Romero. Mbah inilah yang membawa genre zombie mewabah.

Seperti yang sejarah sinema populer kisahkan, Mbah Romero mulai mengguncang jagad film horror dengan kisah “Malam Si Mayat Hidup” alias “Night of the Living Dead” pada tahun 1968. Ini adalah pelopor film zombie modern. Kesuksesan film berbujet rendah ini diikuti dengan karya-karyanya yang lain seperti Fajar Sang Modar (Dawn of the Dead, 1978), Hari Sang Modar (Day of The Dead, 1985) dan lain-lain. Larisnya film mayat hidup bikin produser-produser lain segera ikutan bikin film serupa yang pokoknya ada kata “The Dead”-nya.


Sejarah sinema horror dunia mencatat, Night of the Living Dead adalah pelopor film zombie modern. Pengaruhnya masih berjalan hingga kini, zombie sudah menjadi subgenre tersendiri. Anda penggemar zombie? Pasti anda tak melewatkan serial “Si Modar Jalan” alias The Walking Dead. Yang suka main game pasti ingat Resident Evil. Yang demen Korea mungkin suka Train To Busan yang sempat laris kemarin-kemarin. Agak jauh ke belakang, dari Hongkong juga ada Jiangshi alias “jumping corpse”, si zombie blasteran vampire yang jalannya melompat-lompat.

Kalau film zombie Indonesia gimana? Kita kan mahfum ya negara ini suka latah kalau bikin film (yang maunya) laris.

Nggak usah jauh-jauh latah sama Mbah Romero sih, kita juga punya zombie khas indonesia: Zombie Bungkus alias POCONG!

Baik pocong maupun zombie punya kesamaan:

-Keduanya sama-sama mayat. Hantu lain cuma arwah, yang ini mayatnya yang aktif.

-Keduanya suka bergerak. Zombie berjalan, pocong melompat (kecuali kalau capek). Makanya pocong bisa lebih sehat daripada zombie.

-Keduanya suka membunuh manusia lain tanpa mikir. Pocong mungkin cuma doyan nggigit, tapi kalau zombie suka makan orang. Zombie versi Return of The Living Dead sukanya makan otak…mungkin karena itu mereka jadi pinter dikit.

Memang tak ada koneksi jelas antara film pocong dengan film zombie-nya George A. Romero. Pengabdi Setan (Sisworo Gautama Putra, 1980) yang tahun ini diremake sama Joko Anwar konon lebih mirip film Phantasm (Don Coscarelli, 1979). Film pocong non zombie semisal Setan Pocong (Bachroem Halilintar, 1988) agaknya lebih terinspirasi oleh urban legend. Kalau pocong yang muncul di filmnya Warkop DKI Setan Kredit (Iksan Lahardi, 1981) nggak jelas terinspirasi siapa. Tapi itu film emang lucu banget. Pocongnya bisa kungfu.

Film pocong kembali laris di era pasca milenium baik di televisi (serial Pocong Mumun, 2002) dan sederet film bioskop “horror nggak serius”, misalnya Pocong Jadi Pocong, Pocong Mandi Goyang Pinggul, Pocong Ngesot dan lain-lain. Pengecualian tentu saja untuk film Pocongnya Rudi Soejarwo pada 2006. Konon Pocong 2 dibikin karena Pocong yang ori dicekal. Rudi Sudjarwo, bukan tipe sutradara yang menjual jiwanya untuk sekadar bikin film asal seram.

Adapun film bioskop Indonesia yang mau mencoba menghidupkan genre zombie ala barat (bukan pocong) di Indonesia adalah Kampung Zombie (Billy Christian & Helfi Kardit, 2015) dan Jakarta Undead (Rico Michael, rencana rilis 2017 namun entah…). Sayangnya nampaknya film zombie yang pertama tidak memberikan jotosan yang menohok dari segi logika cerita dan storytelling. Gagal seram.

Sebenarnya bikin film zombie bukan lagi soal tren-trenan. Pengaruh George A. Romero sudah mendarahdaging dalam perjalanan film horror. Banyak film zombie dibuat, diperbarui dan mengusung tema-tema baru.


Film zombie Romero yang klasik sarat dengan metafor. Beberapa kritikus menganggapnya sebagai sebuah kisah subversif soal kolapsnya masyarakat Amerika. Perang Vietnam yang tak didukung pada masa itu seakan mengirim putra bangsa menjadi zombie, bertarung tanpa alasan ideologis yang jelas. Mereka membunuh atau terbunuh. Seakan Amerika menjadi zombie, memakan daging warganya sendiri. Tingginya konsumerisme masyarakat Amerika juga makin lama mirip zombie. Kapitalisme ibarat mayat yang cuma haus daging manusia. Bergerak tanpa perasaan memangsa manusia-manusia lemah. Beda sama hantu-hantu legenda yang beraksi tunggal. Zombie beraksi dalam gerombolan. Kemusnahan mereka juga tak memberikan arti dan simpati. Alih-alih sebagi roh gentayangan, label mereka cuma “bekas orang hidup”. Makanya dikasih nama The Living Dead. Orangnya mati, tapi tubuhnya hidup. Udah gitu nggragas pula.

Hari ini pula metafor zombie bisa kita geser. Zombie juga merupakan pertarungan ideologis. Manusia hidup, mempersepsi orang lain sebagai zombie jika ideologinya berbeda. Mereka seakan sah untuk dihabisi tanpa interogasi. Dalam film zombie, salah satu pantangan adalah ngajak zombie ngobrol. Bisa dibrakoti kita kalau memperlakukan zombie dengan cinta kasih. Zombie adalah liyan. Mereka tak boleh berkembang. Pembasmian hanya bisa dilakukan dengan pemusnahan massal kayak di Return of The Living Dead.

Pocong agaknya masih agak mending. Ada beberapa pocong masih bisa diajak bicara, main-main. Lagian mereka nggak bisa nguber. Bisa kesrimpet kain mereka sendiri lah. Setidaknya dalam serial Mumun dia adalah superhero. Dia adalah bekas manusia yang belum selesai urusannya. Kain pocongnya membelit membatasi geraknya. Udah mati, nggak bebas pula geraknya. Maka pocong saya bilang ia mengusung ideologi kaum marjinal yang tertindas. Siapa yang bisa menguasai kaum tertindas? Ya mungkin marjinalitas mereka sendiri.

Marjinalitas ini bisa dimanfaatkan kaum penguasa. Ada kunci untuk menaklukkannya. Ibaratnya adalah nyolong tali pocong. Siapa yang bisa dapat tali pocong, dia akan sakti. Nggak usahlah dimakan segala kayak Sumanto. Makanya orang yang main politik suka nguber “tali pocong” kaum marjinal. Kepada mereka dikasih janji-janji. Tapi mereka sendiri terbelenggu oleh marjinalitas mereka. Mereka hanya pendulang suara. Mau protes? Mana bisa lha wong mereka cuma rakyat jelata. Mereka adalah pocong yang terikat di sekujur tubuhnya. Ndak bisa naik kelas jadi vampire, hantu yang lebih elit. Pocong nggak bisa lari, bisanya lompat. Marjinal bisa protes tapi nggak bisa bikin perubahan.

Namun setidaknya pocong itu muslim (duh…bahaya nih ngomongin agama). Masih hormat sama ajaran agama. Beda ama zombie yang gak mempan ayat kursi. Tapi saya rasa pocong dan zombie bisa berteman. Mereka bisa memaknai ulang aspirasi mereka yang ditekan. Pocong bisa belajar cara berorganisasi kayak zombie, dan zombie belajar kesalehan ala pocong…..ngelantur ya hehehe..

Ya udah. Yang paling jelas sebaiknya mereka hari ini turut berduka. George A. Romero, legenda film horror baru saja tiada 16 Juli 2017 kemarin. Semoga kita masih sadar sebagai manusia. Tidak berwatak zombie yang waton nggerudug memangsa manusia, yang hanya bergerak tanpa dorongan jiwa, mayat hidup peradaban.


Artikel dengan kata kunci terkait:

Bagikan artikel ini :

Post a Comment

 
Copyright © 2011.   JAVORA INSTITUTE - All Rights Reserved