Dunia film horror musti berterimakasih pada Mbah
George Andrew Romero. Mbah inilah yang membawa genre zombie mewabah.
Seperti yang sejarah sinema populer kisahkan, Mbah
Romero mulai mengguncang jagad film horror dengan kisah “Malam Si Mayat Hidup”
alias “Night of
the Living Dead” pada tahun
1968. Ini adalah pelopor film zombie modern. Kesuksesan film berbujet rendah
ini diikuti dengan karya-karyanya yang lain seperti Fajar
Sang Modar (Dawn of
the Dead, 1978),
Hari Sang Modar (Day of The Dead, 1985) dan lain-lain. Larisnya film mayat
hidup bikin produser-produser lain segera ikutan bikin film serupa yang
pokoknya ada kata “The Dead”-nya.
Sejarah sinema horror dunia mencatat, Night of the
Living Dead adalah pelopor film zombie modern. Pengaruhnya masih berjalan
hingga kini, zombie sudah menjadi subgenre tersendiri. Anda penggemar zombie?
Pasti anda tak melewatkan serial “Si Modar Jalan” alias The Walking Dead. Yang
suka main game pasti ingat Resident Evil. Yang demen Korea mungkin suka Train
To Busan yang sempat laris kemarin-kemarin. Agak jauh ke belakang, dari
Hongkong juga ada Jiangshi alias “jumping corpse”, si zombie blasteran vampire
yang jalannya melompat-lompat.
Kalau film zombie Indonesia gimana? Kita kan mahfum
ya negara ini suka latah kalau bikin film (yang maunya) laris.
Nggak usah jauh-jauh latah sama Mbah Romero sih, kita
juga punya zombie khas indonesia: Zombie Bungkus alias POCONG!
Baik pocong maupun zombie punya kesamaan:
-Keduanya sama-sama mayat. Hantu lain cuma arwah,
yang ini mayatnya yang aktif.
-Keduanya suka bergerak. Zombie berjalan, pocong
melompat (kecuali kalau capek). Makanya pocong bisa lebih sehat daripada zombie.
-Keduanya suka membunuh manusia lain tanpa mikir.
Pocong mungkin cuma doyan nggigit, tapi kalau zombie suka makan orang. Zombie
versi Return of The Living Dead sukanya makan otak…mungkin karena itu mereka
jadi pinter dikit.
Memang tak ada koneksi jelas antara film pocong
dengan film zombie-nya George A. Romero. Pengabdi Setan (Sisworo Gautama Putra,
1980) yang tahun ini diremake sama Joko Anwar konon lebih mirip film Phantasm (Don
Coscarelli, 1979). Film pocong non zombie semisal Setan Pocong (Bachroem
Halilintar, 1988) agaknya lebih terinspirasi oleh urban legend. Kalau pocong
yang muncul di filmnya Warkop DKI Setan Kredit (Iksan Lahardi, 1981) nggak
jelas terinspirasi siapa. Tapi itu film emang lucu banget. Pocongnya bisa
kungfu.
Film pocong kembali laris di era pasca milenium baik
di televisi (serial Pocong Mumun, 2002) dan sederet film bioskop “horror nggak
serius”, misalnya Pocong Jadi Pocong, Pocong Mandi Goyang Pinggul, Pocong
Ngesot dan lain-lain. Pengecualian tentu saja untuk film Pocongnya Rudi
Soejarwo pada 2006. Konon Pocong 2 dibikin karena Pocong yang ori dicekal. Rudi
Sudjarwo, bukan tipe sutradara yang menjual jiwanya untuk sekadar bikin film
asal seram.
Adapun film bioskop Indonesia yang mau mencoba
menghidupkan genre zombie ala barat (bukan pocong) di Indonesia adalah Kampung
Zombie (Billy Christian & Helfi Kardit, 2015) dan Jakarta Undead (Rico
Michael, rencana rilis 2017 namun entah…). Sayangnya nampaknya film zombie yang
pertama tidak memberikan jotosan yang menohok dari segi logika cerita dan
storytelling. Gagal seram.
Sebenarnya bikin film zombie bukan lagi soal
tren-trenan. Pengaruh George A. Romero sudah mendarahdaging dalam perjalanan
film horror. Banyak film zombie dibuat, diperbarui dan mengusung tema-tema
baru.
Film zombie Romero yang klasik sarat dengan metafor.
Beberapa kritikus menganggapnya sebagai sebuah kisah subversif soal kolapsnya
masyarakat Amerika. Perang Vietnam yang tak didukung pada masa itu seakan
mengirim putra bangsa menjadi zombie, bertarung tanpa alasan ideologis yang
jelas. Mereka membunuh atau terbunuh. Seakan Amerika menjadi zombie, memakan
daging warganya sendiri. Tingginya konsumerisme masyarakat Amerika juga makin
lama mirip zombie. Kapitalisme ibarat mayat yang cuma haus daging manusia.
Bergerak tanpa perasaan memangsa manusia-manusia lemah. Beda sama hantu-hantu legenda
yang beraksi tunggal. Zombie beraksi dalam gerombolan. Kemusnahan mereka juga tak
memberikan arti dan simpati. Alih-alih sebagi roh gentayangan, label mereka cuma
“bekas orang hidup”. Makanya dikasih nama The Living Dead. Orangnya mati, tapi
tubuhnya hidup. Udah gitu nggragas
pula.
Hari ini pula metafor zombie bisa kita geser. Zombie
juga merupakan pertarungan ideologis. Manusia hidup, mempersepsi orang lain
sebagai zombie jika ideologinya berbeda. Mereka seakan sah untuk dihabisi tanpa
interogasi. Dalam film zombie, salah satu pantangan adalah ngajak zombie
ngobrol. Bisa dibrakoti kita kalau memperlakukan zombie dengan cinta kasih.
Zombie adalah liyan. Mereka tak boleh berkembang. Pembasmian hanya bisa
dilakukan dengan pemusnahan massal kayak di Return of The Living Dead.
Pocong agaknya masih agak mending. Ada beberapa
pocong masih bisa diajak bicara, main-main. Lagian mereka nggak bisa nguber.
Bisa kesrimpet kain mereka sendiri lah. Setidaknya dalam serial Mumun dia
adalah superhero. Dia adalah bekas manusia yang belum selesai urusannya. Kain
pocongnya membelit membatasi geraknya. Udah mati, nggak bebas pula geraknya.
Maka pocong saya bilang ia mengusung ideologi kaum marjinal yang tertindas.
Siapa yang bisa menguasai kaum tertindas? Ya mungkin marjinalitas mereka
sendiri.
Marjinalitas ini bisa dimanfaatkan kaum penguasa.
Ada kunci untuk menaklukkannya. Ibaratnya adalah nyolong tali pocong. Siapa
yang bisa dapat tali pocong, dia akan sakti. Nggak usahlah dimakan segala kayak
Sumanto. Makanya orang yang main politik suka nguber “tali pocong” kaum
marjinal. Kepada mereka dikasih janji-janji. Tapi mereka sendiri terbelenggu
oleh marjinalitas mereka. Mereka hanya pendulang suara. Mau protes? Mana bisa
lha wong mereka cuma rakyat jelata. Mereka adalah pocong yang terikat di
sekujur tubuhnya. Ndak bisa naik kelas jadi vampire, hantu yang lebih elit. Pocong
nggak bisa lari, bisanya lompat. Marjinal bisa protes tapi nggak bisa bikin
perubahan.
Namun setidaknya pocong itu muslim (duh…bahaya nih
ngomongin agama). Masih hormat sama ajaran agama. Beda ama zombie yang gak
mempan ayat kursi. Tapi saya rasa pocong dan zombie bisa berteman. Mereka bisa memaknai
ulang aspirasi mereka yang ditekan. Pocong bisa belajar cara berorganisasi
kayak zombie, dan zombie belajar kesalehan ala pocong…..ngelantur ya hehehe..
Ya udah. Yang paling jelas sebaiknya mereka hari ini
turut berduka. George A. Romero, legenda film horror baru saja tiada 16 Juli
2017 kemarin. Semoga kita masih sadar sebagai manusia. Tidak berwatak zombie
yang waton nggerudug memangsa manusia, yang hanya bergerak tanpa dorongan jiwa,
mayat hidup peradaban.
Post a Comment