![]() |
Ben's Perfecto |
Ceritanya ada dua sahabat; Ben (Chico) adalah seorang barista yang sangat passion ama kopi. Dia bisa sangat detail, cerewet dan emosional kalo udah ngebahas kopi. Ben kerja bareng sama sobatnya, si Jody (Rio) yang punya modal dan tempat usaha. Duo Chico Jericho dan Rio Dewanto membawakan karakter Ben dan Jody dengan sangat pas. Ndak terlalu manis, ndak terlalu pahit. Jody yang perhitungan, nalar, ekonomis harus mengimbangi Ben yang gila, njlimet, gegabah namun sangat passionated terhadap kopi. Nah, cafe bernama Filosofi Kopi ini suatu ketika lagi krisis. Dililit utang dan pengunjung nggak banyak. Apalagi Ben yang idealis menolak pasang wi-fi. "Kopi tu kalo enak pengunjung tetap akan datang." Kurang lebih gitu bacotnya si Ben. Tapi kondisi riil berbeda. Utang usaha yang ditanggung Jody udah ratusan juta. Sampai suatu ketika ada seorang pengusaha ngasih tantangan agar Ben bikin kopi terenak se-Indonesia. Taruhannya seratus juta. Bukannya memanfaatkan kesempatan itu buat bayar utang, Ben malah balik nantang si penantang agar taruhannya naik ke level milyar. Jadilah Jody mumet super puyeng menghadapi ulah gila sobatnya itu. Sampai di sini saya ketawa terbahak-bahak. Misal ada kayak Ben di dunia nyata, dan saya jadi Jody bakal takcemplungke sumur menungso koyo ngono kuwi hahaha.
Tapi Ben itu sebenarnya jenius kopi sejak kecil. Ada latar belakangnya yang cukup pahit ternyata. Di sinilah karakter Ben tidak seenteng kelihatannya. Ada latar yang membentuknya begitu. Jody pun juga bukan sekadar anak orang tajir. Tanpa ada akal sehat dia, Ben mungkin nggak akan jadi barista di Jakarta. Tanpa jadi barista, Filosofi Kopi tak pernah ada. Nah, balik ke soal tantangan. Si Ben nih lalu bertapa agar bisa meramu kopi yang terhebat. Jadilah Ben's Perfecto, racikan kopi yang akan dijadikan sebagai jawaban dari tantangan itu. Sampai mereka ketemu Elle (Julie Estelle), si neng geulis keturunan Prancis, bajunya necis, parasnya manis, bibirnya tipis kalau mendesah bikin kebelet pipis. Saat mencoba Ben's Perfecto, dia cuma bilang "lumayan". Dibilang lumayan ya jelas Ben nggak terima. Kopinya itu perfect masak dibilang lumayan? Dan Elle bilang bahwa ada kopi yang lebih enak. Namanya Tiwus.
Perjalanan Ben, Jody dan Elle menemui Pak Seno, pembikin kopi Tiwus membawa Ben kembali mengarungi masa kecilnya yang pahit. Pahit dalam arti pahitnya hidup, bukan pahitnya kopi. Tapi itulah yang akan menjadi katalisator bagi Ben untuk menemukan jati dirinya. Ini pun juga berdampak pada Jody dan Filosofi Kopinya. Dari pertengahan film ke akhir, Angga Dwimas memainkan perasaan penontonnya bak naik dokar. Kadang dibuat terharu, kadang gregetan, kadang ketawa. Sayang banget sih beberapa momen yang harusnya menyentuh agak terasa gagal gara-gara musiknya yang nggak pas. Ibarat kopi Tiwus kecelup buntut cecak. Eh tapi cecaknya mentas jadi kopinya masih bisa diminum hehehe.
Okay. Gimana kesimpulan saya?
APIKE:
-Duo Chico dan Rio yang solid, natural dan pas kayak racikan kopi Ben.
-Kedalaman cerita soal dedikasi, cinta dan kasih sayang keluarga yang diwakilkan pada racikan kopi. Ummmhhh dahsyat benar.
-Film ini tidak berusaha hebat, namun sudah pas. Dan itu hebat.
-Setiap Ben mencicipi kopi, imajinasi kita ikutan nyeruput. Saya aja yang bukan maniak kopi jadi pengen juga nih siang-siang gini.
-Filsofinya kopi pun nyampe tanpa harus menghamburkan dialog-dialog sok filosofis. Tak bisa diceritakan. Anda bisa menyerapnya dari minum kopi beneran.
KURANGE:
-Product placement yang lebay. Tuh merk kopi sponsor bertebaran mulai dari adegan minimarket hingga jalanan. Iya maklum emang yang punya duit, tapi kok rasanya ngoyo banget agar produknya gak dilupain penonton.
-Musik yang kurang "membawa". ya perasaan kita kayak salah kebawa gitu. Pas adegan emosional musiknya nggak dapet kalo nurut taste saya.
-Endingnya agak terasa diulur-ulur meskipun saya suka closingnya. Pada akhirnya apa yang dilepas berakibat dengan datangnya hal yang lebih baik. Yakni kesempatan untuk mendalami jiwa sesungguhnya dari Filosofi Kopi; petualangan dan persahabatan!
Jadi? Ini film BAGUS. Saya jarang memuji film lokal loh. Kalo kopi yang paling enak lebih enak daripada kopi Tiwus?...
Kopi Suguh.
Post a Comment