5 SUTRADARA DEWA YANG JADI "GURU" SAYA

Membandingkan para sutradara idola saya.

Saya bukan filmmaker sekolahan. Nggak pernah sekolah film dan cenderung (seperti kata Tarantino), belajar film dari nonton film. Meski begitu ya ada juga masa saya belajar film kepada orang-orang film. Teh Nia, Mbak Prita dan Om Lucky itu adalah beberapa guru saya. Kalo nggak saya akui ntar bisa kualat.

Kali ini saya mau membahas guru-guru film pertama saya. Saya akan bandingin apa saja tema yang sering mereka usung, kehebatan dan kekhasannya. Tentu perbandingan ini bukan dalam rangka  menilai mana yang lebih dan kurang antara mereka. Ini cuma sebuah ungkapan cinta dari seorang (self proclaimed) “murid” yang berguru secara “Ekalaya”. Ekalaya adalah tokoh dalam kisah Mahabharata. Ia belajar memanah dari Drona hanya dengan mengamati dan meniru.

Sutradara-sutradara yang saya bahas ini, filmnya selalu saya jadikan referensi. Mengidolakan mereka merupakan sebuah proses jatuh cinta. Jadi anda nggak perlu repot menyuruh saya membandingkan sutradara idola saya dengan yang lain, yang anda anggap lebih hebat hehehe. Banyak sutradara hebat dalam sejarah sinema dunia. Beberapa saya udah nonton, dan banyak yang belum. Pola saya nonton pun lebih ke “sakkarepku dhewe”. Agak beda beberapa tahun silam ketika saya mewajibkan diri menonton semua film-film terbaik atau yang menang festival.

Sebenarnya memilih “guru” begini bukan perkara siapa yang paling hebat. Kemarin saya gatal juga ketika ada yang sok menghujat satu filmmaker (dan kebetulan itu guru saya) tapi melupakan karya-karya dia yang lain. Ya seolah kalo pernah bikin satu film kacrut terus dia batal jadi “legend” gitu. Tapi ya hak orang-orang lah. Toh saya juga tidak akan demo menuntut apa-apa.

Saya memilih sutradara yang memang karyanya “kena”. Dan ini urusan hati hehehe. Art is about heart. Toh kalo memang ada yang lebih hebat tapi saya nggak jatuh cinta ya so what?

STEVEN SPIELBERG (Jaws, E.T., Jurassic Park, Artificial Intellegence, Minority Report)

Dia adalah idola saya yang awal-awal. Tentu saja karena dialah saya semakin gemar dinosaurus, sebuah kesukaan yang agak “kekanak-kanakan” di antara hobi sangar lainnya. Spielberg bagi saya nyaris tak pernah gagal dalam bertutur. Filmnya hampir selalu cocok untuk disuguhkan ke penonton umum.


Film-filmnya bertema “human VS technology”, kemanusiaan, rasialisme, perang, monster dan lain-lain. Dari tema-tema itu, kekuatan pendekatan Spielberg yang saya garis bawahi adalah “interaksi positif dengan sesuatu yang dianggap ancaman”. Saya nyebutnya “Spielbergian”. Jadi dia bisa membuat sesuatu yang “alien”, “liyan”, “monster” terasa lebih simpatik.

Film-filmnya tentang alien, artificial intellegence, monster, perburuan artefak nyaris selalu memuat simpati dalam kadar tertentu. Spielberg selalu memandang bahwa “ancaman” itu seringkali karena rasa insecure manusia. Bahkan monster semacam hiu dalam Jaws, dinosaurus dalam Jurassic Park dan lain-lain sebenarnya adalah makhluk yang memperjuangkan habitatnya sendiri, bukan invader. Perkecualian tentu saja War of The Worlds, salah satu film terlemah dia.

Kritikus bilang bahwa Spielberg adalah the best cinematic storyteller. Gelaran karyanya serasa agung dan megah. Nontonnya ndak manteb kalo nggak dibioskop. Sangat pas kalo dia diserahin bikin film-film epic kolosal. Seperti yang kita tonton pada Schindler List atau Saving Private Ryan. Kemegahan itu tentu jadi lengkap karena Spielberg punya kolaborator abadi… John Williams, komposer musik yang berjasa “memegahkan” banyak karya Spielberg.

Tapi apakah yang khas dari Spielberg dalam sekilas pandang? 

Kemegahan? Alien yang simpatik?

Kalo menurut saya pribadi lho ya.

TRACKING SHOT. Tracking shot-nya yang low angle itu khas banget. Itu lho yang ngambil gambar kameranya ngikutin obyek degan posisi pandang serendah level kaki. Entah kenapa selalu terasa wahhh kalo itu dibikin Spielberg. Ini juga bukan jenis shot yang khas satu sutradara. Banyak banget yang menerapkan teknik ini. Akan tetapi karena saya terkesannya via Spielberg maka ya saya sebut inilah shot yang “nyepielbergeni”.

DELAYED SCREAM. Ini istilah ngawur saya aja…abis gak nemu istilah lain. Jadi, ini pengadeganan nyepielbergeni yang lain. Seorang karakter yang ngeri biasanya dia nggak langsung njerit tapi kayak tertahan dulu, ngumpulin kekuatan teriak. Lalu dia teriak sambil mangap lebar…AAAAAAAAA!!!

EMOTIONAL CLOSE UP. Film Spielberg selalu peduli soal ekspresi. Terutama wajah dan mata. Jika ada kejadian yang mempengaruhi emosi karakter, kamera akan bergerak dekat-dekat ke sana. Misal ada mosnter nongol, kameranya nggak akan terlalu peduli sama si monsternya melainkan lebih ke reaksi si karakter. Nha ini bagi saya nyepielbergeni.

Yang jelas, Spielberg selalu menjadi unggul tanpa menjual ketelanjangan, dia gak lebay umbar muncratan darah dan ia nggak suka kasih “kenyenian” yang absurd.

CHRISTOPHER NOLAN (Memento, The Dark Knight, Inception)

Dia adalah panutan saya dalam storytelling yang mengulik-ulik plot. Sejak Memento, saya kecanduan sama karya-karyanya. The Dark Knight adalah film superhero terhebat yang bikin saya merinding tiap kali menontonnya.


Nolan, banyak yang mendewa-dewakannya. Saya juga sih hahaha. Tapi karya-karya mutakhirnya seperti The Dark Knight Rises dan Dunkirk menuai kontroversi. Mungkin pemujaan ke Nolan terlalu tinggi maka yang kemudian benci ya lebay juga. Sebuah dialektika dalam urusan maki-memaki…kalo dipuja terlalu tinggi, makiannya juga bakal selebay-lebaynya. Orang kok nggak mau bersyukur…. Andai dia orang Indonesia, terus kalian hujat njut diklaim Malaysia kapok kowe….

Nolan is the best with intricated plot. Film-filmnya njelimet. Dia adalah master dalam non-linear storytelling. Jadi non-linear itu kalo cerita nggak urut. Ia akan nyeritain kisah sepotong-sepotong. Cuma kasih bagian yang ada “hook”nya. Saat kita kena hook tadi, dia akan mengarahkan semua kepingan cerita ke satu arah. Tapi bisa jadi arah itu bukan seperti yang kita harapkan. Twist.
Tema yang digarap Nolan biasanya yang berhubungan dengan psikologi. Kita bisa lihat di Memento dan Prestige. Di situ karakternya orang-orang yang mumet. Lihatlah the best Joker version dari Heath Ledger. Senjata utamanya itu serangan psikologis. Inception. Jelas soal psikologi bawah sadar Freudian. Soal mimpi. Nolan adalah sutradara terbaik kalo mau nyeritain isi otak manusia.

Apa yang khas dari Nolan sekilas pandang?

Gak ada sih. Dia ndak ada ke-epican yang bisa saya labeli Nolanistik. Tapi ada satu pengadeganan yang saya sukai dari Nolan. SUDDEN INTERUPTING CHAOS (ini istilah nggaya-nggayaan saya sendiri). Sekerumunan massa ngumpul dalam pola tertentu, entah sedang baris atau ngumpul  dengan satu perhatian tertentu. Saat mereka sedang tenang atau terpusat, ada satu serangan dan kerumunan itu buyar mendadak. Adegannya di-shot secara wide angle. Ini ada di The Dark Knight (adegan upacara pemakaman) dan Dunkirk (adegan tiarap ramai-ramai). Nggak tau deh itu sering dipakai sutradara lain dengan cara yang lebih khas ato tidak. Tapi ya itu. Pokoknya Nolan itu handal kalau ngomongin isi kepala manusia.

Meski saya nggak selebay orang-orang itu, pada akhirnya saya juga gagal mendewakan Nolan. Soal intricated plot dan permainan psikologi, Park Chan Wok jauh lebih “sakit”, dan banyak filmmaker lain yang jago. Lagian untuk urusan ginian mestinya saya mereferensikan ke pelopornya. Alfred Hitchcock.

Kenggakseriusan Nolan bikin adegan gelut juga bikin saya jengkel. The Dark Knight Rises itu adegan gelutnya paling wagu. Mbok ya rekrut saya aja lah… (karepmu, cak…).
Juga ada yang bilang Nolan emotionless. Iya sih. Jarang saya temui karakter-karakter yang mengundang simpati secara emotional. Saya nggak bisa terharu, nangis atau bahagia dengan perjalanan tokoh-tokohnya. Paling banter cuma kasihan.

Tapi ya gitu deh… kalo ditanya sutradara mana yang suka bikin “mindblowing”, ya saya jatuh cintanya ke karya Nolan. Udah saya bilang, just like sebaris lyric dari lagunya Manis Manja Group …cinta itu…. nggak bisa dipaksa-paksa. Tapi kalian juga jangan lebay sama junjungan saya. Ngerti?

TIM BURTON (Batman, Scissorhand, Sleepy Hollow, Alice in Wonderland)

Ada yang bilang, seandainya film itu adalah masakan, Tim Burton punya saus yang khas. Hampir semua filmnya ia bumbui pake saus yang sama. Mbok mau bikin drama, action atau film keluarga…bumbunya mesti saus yang itu. Ada satu film dimana Burton cuma penulis cerita. Tapi karena saus si Burton kental banget, maka film itu identik dengan dia. Nightmare Before Christmass, sebenarnya karya Henry Sellick  tapi cantuman “Tim Burton’s” di judul banyak yang mengira itu disutradarinya. Emang sausnya kayak apa sih? Lets check it out.


Tema yang paling sering diungkap Burton adalah alienasi. Keterasingan dari kenormalan orang-orang. Karakternya seringkali aneh, wagu, freak…pokoknya terasing dari masyarakat normal. Seorang gadis dipandang aneh di dalam keluarganya (Beetle Juice), seorang gadis yang nggak bisa selaras ama masyarakat (Alice in Wonderland), seorang pria aneh yang badannya aneh dan punya dunia sendiri (Scissorhand). Mungkin karena ini saya jadi cocok ama Burton. Soalnya saya juga tipe manusia alienated.

Genre yang pas diolah Burton adalah genre fantasy horror. Rata-rata film Burton menampilkan hantu. Ada Sleepy Hollow, Beetle Juice, Vampire, Corpse Bride dan Nightmare Before Christmass. Burton punya feel sendiri soal horror. Mickey Mouse dan Barbie bisa aja dianggap horror sama Burton. Maka hantunya Burton nggak bakal serem tapi malah ngundang simpati.

Apa yang khas dari Tim Burton sekilas pandang?

SPIRALS AND STRIPES. Anda banyak melihat pola hiasan mlungker-mlungker seperti di Nightmare Before Christmas. Juga loreng-loreng ala ular weling atau zebracross pada tiang.

PALE FACE WITH INSOMNIAC EYES. Biasanya ada karakter berwajah sendu dan ada bayang di kelopak mata. Matanya bercelak item kayak kurang tidur.

BURTONISTIC NOIR. Noirnya ala Burton itu khas. Siang yang kerasa mendung terus, kalau malam cahayanya nggak tajam. Agak lembut, gloomy dan glowing. Fokus sorotan cahaya cenderung ke wajah, menegaskan PALE FACE INSOMNIAC EYES tadi.

Burton itu punya dunia sendiri. Dulu ada rumor ia mau garap satu versi Superman. Orang pada panik. Ya karena jangan-jangan filmnya dikasih saus serupa. Dia berhasil melakukan itu ke Batman tapi untuk Superman, orang akan cemas.

Terus apalagi yang membuat kesuraman itu makin Burtonistik?

Jelas musik dari Danny Elfman. Elfman punya jiwa musik yang tak kalah surem. Bahkan saya mulai mengamati musik film ya sejak denger Elfman di Nightmare Before Christmass-nya Tim Burton.
Kalau masa kecil anda terhibur sama Tim Burton, kemungkinan jiwa anda sama anehnya kayak dia…juga saya.

JAMES CAMERON (The Abyss, Terminator, Titanic, Avatar)

Ini jagonya sci-fi action terutama yang pake practical special effect. Off course Spielberg and others is also good tapi Cameron selalu punya visi yang hardcore. Nggak cuma sebagai sutradara, Cameron juga seorang penjelajah sejati. Anda tahu nggak James Cameron itu pelopor penjelajahan bawah laut? Yes. Dia adalah seorang inventor, engineer, philanthropist, and deep-sea explorer kelas berat. Sampai-sampai Rolex endorse dia. Rolex Deepsea Challenge, jam tangan mewah itu dibikin khusus untuk proyek ekspedisi bawah lautnya. Sebelum bikin Titanic, dia nyelam sendiri tuh ke bangkainya Titanic buat riset.


Sejak awal karirnya, Cameron mengusung tema “human vs technology vs nature/ecology”. Terminator, Titanic (ya), Avatar, Aliens dll. Di sini manusia berkonflik dengan teknologi yang ia ciptakan dan lingkungan yang ia diami. Saya sebut ini CAMERONIAN CONFLICT TRIANGLE. Ora usah protes. Aku gawe istilah sakkarepku dhewe. Terminator, robot canggih yang malah menjadikan kiamat bagi manusia. Tapi kok…Lho kenapa Titanic masuk?

Ya. Meski anda lebih mengingatnya sebagai film drama (me too..) tapi sesungguhnya latarnya adalah Cameronian conflict triangle tadi: Manusia yang ingin membangun (human) kapal tercanggih bernama Titanic (technology) tapi berhadapan dengan alam yang perkasa (nature).

Avatar lebih jelas lagi. Keserakahan manusia untuk mendapatkan sumber energi, dengan teknologi mereka menginvasi planet lain sehingga berhadapan dengan masyarakat pribumi dan tata alamnya. Bagi saya Avatar adalah film bertema ekologi yang terbaik.

James Cameron adalah filmmaker dengan visi yang kuat. Terobosan CGI yang akhirnya jadi kelumrahan saat ini dipelopori oleh Terminator dan Abyss-nya James Cameron. Tapi tidak lantas dia mati-matian ngejar CGI. Practical effect tetap menjadi andalannya. Sebagaimana Spielberg, ia piawai memadukannya. Bahkan CGI kalo di tangan cameron itu levelnya harus nerobos. Misalnya saat bikin Avatar. Cameron nunggu lebih dari 10 tahun agar teknologinya bisa mewujudkan visinya. Gila nggak tuh?

Yang saya garis bawahi dari cameron adalah kepeduliannya dengan isu lingkungan. Pada tema inilah James Cameron jago. He is not ordinary sci-fi VFX director. Tema bentrok manusia vs teknologi dan ekologi lah yang bikin ia dewa dalam hal ini. Michael Bay gak ada apa-apanya. Ingat Cameronian Conflict Triangle!

Terus apa yang khas dari James Cameron?

Secara visual Cameron nggak khas. Tapi karena dia seorang eksplorer bawah laut, maka jangan tanya kalo udah bikin film bau-bau air. Udah pasti makjbyur (maknyus).

Kekhasan Cameron lebih ke karakterisasi, yakni:

STRONG LADY. Karakter-karakter cewek di filmnya James Cameron itu musti strong. Bahkan muscular kayak misalnya aktris di Terminator, Linda Hamilton. Linda nggak ayu atau seanggun Madelaine Stowe tapi dempal dan atos ototnya hahaha. 

Ada lagi Sigourney Weaver di Aliens yang misuhi si alien “Get Away From Her You Bitch!”. Nggak cuma jagoan manusianya, alien yang cewek juga kudu strong…kayak Neytiri di Avatar. 

Bahkan nggak cuma karakter filmnya, Cameron ini emang demen perempuan strong. Lha itu mantan bojonya, Kathryn Bigelow juga perempuan strong. Sutradara perempuan peraih Oscar.

PRODUCTION VALUE. Film-film Cameron itu kebanyakan MAHALLLL. Nggak pernah ya dia bikin film kecil tentang drama keluarga gitu? Aliens, Terminator, Abyss, Avatar dll. Semuanya berbujet gede.

Di dalam produksinya, konon Cameron ini banyak dibenci kru. Orangnya keras kepala dan ofensif. Njaluk ditonyo. Mungkin gara-gara itulah pas dia bikin Titanic, ada orang yang kasih “racun” ke makanannya. Yakni jenis drugs yang bikin halusinasi. Pelakunya nggak pernah ketangkep.

STRONG VISION & INNOVATION. Itulah yang saya pelajari dari James Cameron.

QUENTIN TARANTINO (Pulp Fiction, Reservoir Dogs, Kill Bill, Inglourious Basterds)

Piawai dalam menulis cerita namun lebay dalam membikin adegan jadi unik. Dia emang nyentrik. Plotnya canggih, greget dan menarik. Nyaris semua filmnya penuh dengan dialog panjang-panjang namun menggelitik. Karakter-karakternya penuh intrik. Dan saat konflik memuncak, darah akan muncrat dalam tata gerak yang artistik. Tak ada yang bakal protes adegannya lebay karena itulah Tarantino punya estetik. Dan saat kita terperangah terpesona dengan semua “Tarantinoesque” itu…saya sih cuman bisa misuh…jangkrik.


Tarantino, apapun yang ia bikin adalah emas. Dia nggak perlu teknik-teknik njlimetnya Nolan, kemegahan Spielberg atau visi big production value Cameron. Dia cuma perlu jadi the fucking Tarantino!

Tema-tema yang diusung Tarantino biasanya adalah soal kriminal. Di situ ada tokoh yang menyamar, tokoh yang terjebak keadaan dan ada tokoh yang nggak jelas motivasinya di awal. Baru nanti di ending semua akan terbongkar…tak lupa ada pembantaian. Mana film-film terkini Tarantino yang nggak bunuh-bunuhan?  

Tarantino sering menempatkan karakternya dalam situasi gawat namun dia akan keep cool seolah bisa mengatasi semuanya. Tentunya dengan resiko nyawa. Lihat saja Reservoir Dogs adegan akhir, saat semuanya saling todong. Semua keep cool and keep talking. Juga saat karakter yang diperankan Michael Fassbender terjebak oleh NAZI di sebuah café. Semua keep cool meski saling todong.
Okey, langsung aja deh. 

Apa yang khas dari Tarantino sekilas pandang?

Are you kidding me? SEMUANYA KHAS. Gayanya yang kadang homage ke film kelas B tak perlu saya sebut. Tarantino emang pemuja film cult.

DIALOG. Tarantino paling betah sama dialog. Yang nggak suka bakal bosen abis. Dialog Tarantinoesqe selalu khas, ada hooknya.

“What is cheersleader movie?”
“A movie about cheersleader.”

Absurd tapi fun.

UNDERCOVER GUYS. Sering di film Tarantino ada karakter yang nggak asli. Dia menyamar. Polisi menyamar, penjahat menyamar dll. Kadang para penyamar ini latihan dulu. Ketidakjelasan siapa kawan dan lawan inilah bumbu utama konflik dalam film-film Tarantino.

AESTHETIC BLOODBATH. Pokoknya nggak puas kalo gak ada darah muncrat di film Tarantino. Muncratnya diiringi desingan peluru yang asli bising. Darah akan muncrat ke dinding, lantai dan manapun. Karakternya banyak yang mati bersimbah darah.

KILLED ANGELS. Ini yang saya kurang demen. Tarantino gemar membunuh atau mencederai perempuan cantik. Sophie Fatale di Kill Bill, cewek seksi di Death Proof, cewek imut Prancis (Sophie Anne-Franck) di Inglourious Basterds dll. Jadi kalo ada cewek bening di film Tarantino, ati-ati. Dia mungkin akan mati. This is not spoilers. This is his fucking style.

OLD GOOD MUSICS. Nah ini kegilaan dia yang lain. Tarantino jarang pakai original score. Dia suka comot score dari film lawas yang terlupakan. Pilihannya selalu maknyus. Simak saja musik-musik di Kill Bill atau Inglourious Basterds. Itu musik yang bisa anda dengarkan  untuk cari inspirasi. Trend musik lawas dipake ulang di film kekinian itu udah dipelopori sama Tarantino. Emang banyak musik bagus tapi filmnya terlupakan atau mungkin nggak dikenal karena jelek. Tarantino adalah penyelamat harta karun semacam ini.

“When people ask me if I went to film school, I tell them, ‘No, I went to films,'”
(Quentin Tarantino)


Nah itu semua adalah para sutradara idola saya. Saya kagum visi mereka meski tak ingin menirunya mentah-mentah.

Agak nggak enak kenapa saya hanya memeras keseluruhan daftar sutradara bagus hanya menyisakan beliau-beliau ini. Banyak yang juga saya kagumi.

SERGIO LEONE dengan Spaghetti Westernnya, JACKIE CHAN dengan visi physical actingnya, FRANCIS FORD COPPOLLA dengan kemegahannya, MARTIN SCORSESE dengan kedalaman karakternya, DAVID LEAN dengan visi sinematografinya, ROBERT RODRIGUEZ dengan teknik low budgetnya, GIUSSEPPE TORNATORE dengan sensualitas komikalnya, AKIRA KUROSAWA legenda kemegahan sinema hitam putih, GUILLERMO DEL TORRO dengan dark fantasy-nya, ANDRE TARKOVSKY dengan puisi visualnya dan masih banyak lagi.

Pada dasarnya saya suka belajar dari banyak film. Tapi kalo disuruh nyebutin which is the most influential, maka ya itu tadi. Namanya juga cinta.



Artikel dengan kata kunci terkait:

Bagikan artikel ini :

Post a Comment

 
Copyright © 2011.   JAVORA INSTITUTE - All Rights Reserved