Membandingkan para sutradara idola saya.
Saya bukan filmmaker sekolahan. Nggak pernah sekolah film
dan cenderung (seperti kata Tarantino), belajar film dari nonton film. Meski
begitu ya ada juga masa saya belajar film kepada orang-orang film. Teh Nia,
Mbak Prita dan Om Lucky itu adalah beberapa guru saya. Kalo nggak saya akui
ntar bisa kualat.
Kali ini saya mau membahas guru-guru film pertama saya. Saya
akan bandingin apa saja tema yang sering mereka usung, kehebatan dan kekhasannya.
Tentu perbandingan ini bukan dalam rangka
menilai mana yang lebih dan kurang antara mereka. Ini cuma sebuah
ungkapan cinta dari seorang (self proclaimed) “murid” yang berguru secara “Ekalaya”.
Ekalaya adalah tokoh dalam kisah Mahabharata. Ia belajar memanah dari Drona
hanya dengan mengamati dan meniru.
Sutradara-sutradara yang saya bahas ini, filmnya selalu saya
jadikan referensi. Mengidolakan mereka merupakan sebuah proses jatuh cinta.
Jadi anda nggak perlu repot menyuruh saya membandingkan sutradara idola saya
dengan yang lain, yang anda anggap lebih hebat hehehe. Banyak sutradara hebat
dalam sejarah sinema dunia. Beberapa saya udah nonton, dan banyak yang belum.
Pola saya nonton pun lebih ke “sakkarepku dhewe”. Agak beda beberapa tahun
silam ketika saya mewajibkan diri menonton semua film-film terbaik atau yang
menang festival.
Sebenarnya memilih “guru” begini bukan perkara siapa yang
paling hebat. Kemarin saya gatal juga ketika ada yang sok menghujat satu
filmmaker (dan kebetulan itu guru saya) tapi melupakan karya-karya dia yang
lain. Ya seolah kalo pernah bikin satu film kacrut terus dia batal jadi “legend”
gitu. Tapi ya hak orang-orang lah. Toh saya juga tidak akan demo menuntut
apa-apa.
Saya memilih sutradara yang memang karyanya “kena”. Dan ini urusan
hati hehehe. Art is about heart. Toh kalo memang ada yang lebih hebat tapi saya
nggak jatuh cinta ya so what?
STEVEN SPIELBERG (Jaws, E.T., Jurassic Park, Artificial
Intellegence, Minority Report)
Dia adalah idola saya yang awal-awal. Tentu saja karena
dialah saya semakin gemar dinosaurus, sebuah kesukaan yang agak “kekanak-kanakan”
di antara hobi sangar lainnya. Spielberg bagi saya nyaris tak pernah gagal
dalam bertutur. Filmnya hampir selalu cocok untuk disuguhkan ke penonton umum.
Film-filmnya bertema “human VS technology”, kemanusiaan, rasialisme,
perang, monster dan lain-lain. Dari tema-tema itu, kekuatan pendekatan Spielberg
yang saya garis bawahi adalah “interaksi positif dengan sesuatu yang dianggap
ancaman”. Saya nyebutnya “Spielbergian”. Jadi dia bisa membuat sesuatu yang “alien”,
“liyan”, “monster” terasa lebih simpatik.
Film-filmnya tentang alien, artificial intellegence,
monster, perburuan artefak nyaris selalu memuat simpati dalam kadar tertentu. Spielberg
selalu memandang bahwa “ancaman” itu seringkali karena rasa insecure manusia.
Bahkan monster semacam hiu dalam Jaws, dinosaurus dalam Jurassic Park dan
lain-lain sebenarnya adalah makhluk yang memperjuangkan habitatnya sendiri, bukan
invader. Perkecualian tentu saja War of The Worlds, salah satu film terlemah
dia.
Kritikus bilang bahwa Spielberg adalah the best cinematic
storyteller. Gelaran karyanya serasa agung dan megah. Nontonnya ndak manteb
kalo nggak dibioskop. Sangat pas kalo dia diserahin bikin film-film epic kolosal.
Seperti yang kita tonton pada Schindler List atau Saving Private Ryan.
Kemegahan itu tentu jadi lengkap karena Spielberg punya kolaborator abadi… John
Williams, komposer musik yang berjasa “memegahkan” banyak karya Spielberg.
Tapi apakah yang khas dari Spielberg dalam sekilas pandang?
Kemegahan?
Alien yang simpatik?
Kalo menurut saya pribadi lho ya.
TRACKING SHOT. Tracking shot-nya yang low angle itu khas
banget. Itu lho yang ngambil gambar kameranya ngikutin obyek degan posisi
pandang serendah level kaki. Entah kenapa selalu terasa wahhh kalo itu dibikin
Spielberg. Ini juga bukan jenis shot yang khas satu sutradara. Banyak banget
yang menerapkan teknik ini. Akan tetapi karena saya terkesannya via Spielberg
maka ya saya sebut inilah shot yang “nyepielbergeni”.
DELAYED SCREAM. Ini istilah ngawur saya aja…abis gak nemu
istilah lain. Jadi, ini pengadeganan nyepielbergeni yang lain. Seorang karakter
yang ngeri biasanya dia nggak langsung njerit tapi kayak tertahan dulu,
ngumpulin kekuatan teriak. Lalu dia teriak sambil mangap lebar…AAAAAAAAA!!!
EMOTIONAL CLOSE UP. Film Spielberg selalu peduli soal
ekspresi. Terutama wajah dan mata. Jika ada kejadian yang mempengaruhi emosi
karakter, kamera akan bergerak dekat-dekat ke sana. Misal ada mosnter nongol,
kameranya nggak akan terlalu peduli sama si monsternya melainkan lebih ke
reaksi si karakter. Nha ini bagi saya nyepielbergeni.
Yang jelas, Spielberg selalu menjadi unggul tanpa menjual
ketelanjangan, dia gak lebay umbar muncratan darah dan ia nggak suka kasih “kenyenian”
yang absurd.
CHRISTOPHER NOLAN (Memento, The Dark Knight, Inception)
Dia adalah panutan saya dalam storytelling yang
mengulik-ulik plot. Sejak Memento, saya kecanduan sama karya-karyanya. The Dark
Knight adalah film superhero terhebat yang bikin saya merinding tiap kali
menontonnya.
Nolan, banyak yang mendewa-dewakannya. Saya juga sih hahaha.
Tapi karya-karya mutakhirnya seperti The Dark Knight Rises dan Dunkirk menuai
kontroversi. Mungkin pemujaan ke Nolan terlalu tinggi maka yang kemudian benci
ya lebay juga. Sebuah dialektika dalam urusan maki-memaki…kalo dipuja terlalu
tinggi, makiannya juga bakal selebay-lebaynya. Orang kok nggak mau bersyukur…. Andai
dia orang Indonesia, terus kalian hujat njut diklaim Malaysia kapok kowe….
Nolan is the best with intricated plot. Film-filmnya
njelimet. Dia adalah master dalam non-linear storytelling. Jadi non-linear itu
kalo cerita nggak urut. Ia akan nyeritain kisah sepotong-sepotong. Cuma kasih
bagian yang ada “hook”nya. Saat kita kena hook tadi, dia akan mengarahkan semua
kepingan cerita ke satu arah. Tapi bisa jadi arah itu bukan seperti yang kita
harapkan. Twist.
Tema yang digarap Nolan biasanya yang berhubungan dengan
psikologi. Kita bisa lihat di Memento dan Prestige. Di situ karakternya
orang-orang yang mumet. Lihatlah the best Joker version dari Heath Ledger.
Senjata utamanya itu serangan psikologis. Inception. Jelas soal psikologi bawah
sadar Freudian. Soal mimpi. Nolan adalah sutradara terbaik kalo mau nyeritain
isi otak manusia.
Apa yang khas dari Nolan sekilas pandang?
Gak ada sih. Dia ndak ada ke-epican yang bisa saya labeli Nolanistik.
Tapi ada satu pengadeganan yang saya sukai dari Nolan. SUDDEN INTERUPTING CHAOS
(ini istilah nggaya-nggayaan saya sendiri). Sekerumunan massa ngumpul dalam
pola tertentu, entah sedang baris atau ngumpul
dengan satu perhatian tertentu. Saat mereka sedang tenang atau terpusat,
ada satu serangan dan kerumunan itu buyar mendadak. Adegannya di-shot secara
wide angle. Ini ada di The Dark Knight (adegan upacara pemakaman) dan Dunkirk
(adegan tiarap ramai-ramai). Nggak tau deh itu sering dipakai sutradara lain
dengan cara yang lebih khas ato tidak. Tapi ya itu. Pokoknya Nolan itu handal
kalau ngomongin isi kepala manusia.
Meski saya nggak selebay orang-orang itu, pada akhirnya saya
juga gagal mendewakan Nolan. Soal intricated plot dan permainan psikologi, Park
Chan Wok jauh lebih “sakit”, dan banyak filmmaker lain yang jago. Lagian untuk
urusan ginian mestinya saya mereferensikan ke pelopornya. Alfred Hitchcock.
Kenggakseriusan Nolan bikin adegan gelut juga bikin saya
jengkel. The Dark Knight Rises itu adegan gelutnya paling wagu. Mbok ya rekrut
saya aja lah… (karepmu, cak…).
Juga ada yang bilang Nolan emotionless. Iya sih. Jarang saya
temui karakter-karakter yang mengundang simpati secara emotional. Saya nggak
bisa terharu, nangis atau bahagia dengan perjalanan tokoh-tokohnya. Paling
banter cuma kasihan.
Tapi ya gitu deh… kalo ditanya sutradara mana yang suka
bikin “mindblowing”, ya saya jatuh cintanya ke karya Nolan. Udah saya bilang, just
like sebaris lyric dari lagunya Manis Manja Group …cinta itu…. nggak bisa
dipaksa-paksa. Tapi kalian juga jangan lebay sama junjungan saya. Ngerti?
TIM BURTON (Batman, Scissorhand, Sleepy Hollow, Alice in
Wonderland)
Ada yang bilang, seandainya film itu adalah masakan, Tim
Burton punya saus yang khas. Hampir semua filmnya ia bumbui pake saus yang
sama. Mbok mau bikin drama, action atau film keluarga…bumbunya mesti saus yang
itu. Ada satu film dimana Burton cuma penulis cerita. Tapi karena saus si
Burton kental banget, maka film itu identik dengan dia. Nightmare Before
Christmass, sebenarnya karya Henry Sellick
tapi cantuman “Tim Burton’s” di judul banyak yang mengira itu
disutradarinya. Emang sausnya kayak apa sih? Lets check it out.
Tema yang paling sering diungkap Burton adalah alienasi. Keterasingan
dari kenormalan orang-orang. Karakternya seringkali aneh, wagu, freak…pokoknya
terasing dari masyarakat normal. Seorang gadis dipandang aneh di dalam
keluarganya (Beetle Juice), seorang gadis yang nggak bisa selaras ama
masyarakat (Alice in Wonderland), seorang pria aneh yang badannya aneh dan punya
dunia sendiri (Scissorhand). Mungkin karena ini saya jadi cocok ama Burton.
Soalnya saya juga tipe manusia alienated.
Genre yang pas diolah Burton adalah genre fantasy horror. Rata-rata
film Burton menampilkan hantu. Ada Sleepy Hollow, Beetle Juice, Vampire, Corpse
Bride dan Nightmare Before Christmass. Burton punya feel sendiri soal horror.
Mickey Mouse dan Barbie bisa aja dianggap horror sama Burton. Maka hantunya
Burton nggak bakal serem tapi malah ngundang simpati.
Apa yang khas dari Tim Burton sekilas pandang?
SPIRALS AND STRIPES. Anda banyak melihat pola hiasan
mlungker-mlungker seperti di Nightmare Before Christmas. Juga loreng-loreng ala
ular weling atau zebracross pada tiang.
PALE FACE WITH INSOMNIAC EYES. Biasanya ada karakter
berwajah sendu dan ada bayang di kelopak mata. Matanya bercelak item kayak
kurang tidur.
BURTONISTIC NOIR. Noirnya ala Burton itu khas. Siang yang
kerasa mendung terus, kalau malam cahayanya nggak tajam. Agak lembut, gloomy
dan glowing. Fokus sorotan cahaya cenderung ke wajah, menegaskan PALE FACE
INSOMNIAC EYES tadi.
Burton itu punya dunia sendiri. Dulu ada rumor ia mau garap
satu versi Superman. Orang pada panik. Ya karena jangan-jangan filmnya dikasih
saus serupa. Dia berhasil melakukan itu ke Batman tapi untuk Superman, orang
akan cemas.
Terus apalagi yang membuat kesuraman itu makin Burtonistik?
Jelas musik dari Danny Elfman. Elfman punya jiwa musik yang
tak kalah surem. Bahkan saya mulai mengamati musik film ya sejak denger Elfman
di Nightmare Before Christmass-nya Tim Burton.
Kalau masa kecil anda terhibur sama Tim Burton, kemungkinan
jiwa anda sama anehnya kayak dia…juga saya.
JAMES CAMERON (The Abyss, Terminator, Titanic, Avatar)
Ini jagonya sci-fi action terutama yang pake practical special
effect. Off course Spielberg and others is also good tapi Cameron selalu punya
visi yang hardcore. Nggak cuma sebagai sutradara, Cameron juga seorang penjelajah
sejati. Anda tahu nggak James Cameron itu pelopor penjelajahan bawah laut? Yes.
Dia adalah seorang inventor, engineer, philanthropist, and deep-sea explorer
kelas berat. Sampai-sampai Rolex endorse dia. Rolex Deepsea Challenge, jam
tangan mewah itu dibikin khusus untuk proyek ekspedisi bawah lautnya. Sebelum
bikin Titanic, dia nyelam sendiri tuh ke bangkainya Titanic buat riset.
Sejak awal karirnya, Cameron mengusung tema “human vs
technology vs nature/ecology”. Terminator, Titanic (ya), Avatar, Aliens dll. Di
sini manusia berkonflik dengan teknologi yang ia ciptakan dan lingkungan yang
ia diami. Saya sebut ini CAMERONIAN CONFLICT TRIANGLE. Ora usah protes. Aku
gawe istilah sakkarepku dhewe. Terminator, robot canggih yang malah menjadikan
kiamat bagi manusia. Tapi kok…Lho kenapa Titanic masuk?
Ya. Meski anda lebih mengingatnya sebagai film drama (me
too..) tapi sesungguhnya latarnya adalah Cameronian conflict triangle tadi: Manusia
yang ingin membangun (human) kapal tercanggih bernama Titanic (technology) tapi
berhadapan dengan alam yang perkasa (nature).
Avatar lebih jelas lagi. Keserakahan manusia untuk
mendapatkan sumber energi, dengan teknologi mereka menginvasi planet lain
sehingga berhadapan dengan masyarakat pribumi dan tata alamnya. Bagi saya Avatar
adalah film bertema ekologi yang terbaik.
James Cameron adalah filmmaker dengan visi yang kuat. Terobosan
CGI yang akhirnya jadi kelumrahan saat ini dipelopori oleh Terminator dan
Abyss-nya James Cameron. Tapi tidak lantas dia mati-matian ngejar CGI. Practical
effect tetap menjadi andalannya. Sebagaimana Spielberg, ia piawai memadukannya.
Bahkan CGI kalo di tangan cameron itu levelnya harus nerobos. Misalnya saat
bikin Avatar. Cameron nunggu lebih dari 10 tahun agar teknologinya bisa
mewujudkan visinya. Gila nggak tuh?
Yang saya garis bawahi dari cameron adalah kepeduliannya
dengan isu lingkungan. Pada tema inilah James Cameron jago. He is not ordinary
sci-fi VFX director. Tema bentrok manusia vs teknologi dan ekologi lah yang
bikin ia dewa dalam hal ini. Michael Bay gak ada apa-apanya. Ingat Cameronian
Conflict Triangle!
Terus apa yang khas dari James Cameron?
Secara visual Cameron nggak khas. Tapi karena dia seorang
eksplorer bawah laut, maka jangan tanya kalo udah bikin film bau-bau air. Udah
pasti makjbyur (maknyus).
Kekhasan Cameron lebih ke karakterisasi, yakni:
STRONG LADY. Karakter-karakter cewek di filmnya James Cameron
itu musti strong. Bahkan muscular kayak misalnya aktris di Terminator, Linda Hamilton. Linda nggak ayu atau seanggun
Madelaine Stowe tapi dempal dan atos ototnya hahaha.
Ada lagi Sigourney Weaver di Aliens yang misuhi si alien “Get Away From Her You Bitch!”. Nggak cuma jagoan manusianya, alien yang cewek juga kudu strong…kayak Neytiri di Avatar.
Bahkan nggak cuma karakter filmnya, Cameron ini emang demen perempuan strong. Lha itu mantan bojonya, Kathryn Bigelow juga perempuan strong. Sutradara perempuan peraih Oscar.
Ada lagi Sigourney Weaver di Aliens yang misuhi si alien “Get Away From Her You Bitch!”. Nggak cuma jagoan manusianya, alien yang cewek juga kudu strong…kayak Neytiri di Avatar.
Bahkan nggak cuma karakter filmnya, Cameron ini emang demen perempuan strong. Lha itu mantan bojonya, Kathryn Bigelow juga perempuan strong. Sutradara perempuan peraih Oscar.
PRODUCTION VALUE. Film-film Cameron itu kebanyakan MAHALLLL.
Nggak pernah ya dia bikin film kecil tentang drama keluarga gitu? Aliens,
Terminator, Abyss, Avatar dll. Semuanya berbujet gede.
Di dalam produksinya, konon Cameron ini banyak dibenci kru.
Orangnya keras kepala dan ofensif. Njaluk ditonyo. Mungkin gara-gara itulah pas
dia bikin Titanic, ada orang yang kasih “racun” ke makanannya. Yakni jenis
drugs yang bikin halusinasi. Pelakunya nggak pernah ketangkep.
STRONG VISION & INNOVATION. Itulah yang saya pelajari dari James Cameron.
QUENTIN TARANTINO (Pulp Fiction, Reservoir Dogs, Kill Bill,
Inglourious Basterds)
Piawai dalam menulis cerita namun lebay dalam membikin
adegan jadi unik. Dia emang nyentrik. Plotnya canggih, greget dan menarik. Nyaris
semua filmnya penuh dengan dialog panjang-panjang namun menggelitik.
Karakter-karakternya penuh intrik. Dan saat konflik memuncak, darah akan
muncrat dalam tata gerak yang artistik. Tak ada yang bakal protes adegannya lebay
karena itulah Tarantino punya estetik. Dan saat kita terperangah terpesona
dengan semua “Tarantinoesque” itu…saya sih cuman bisa misuh…jangkrik.
Tarantino, apapun yang ia bikin adalah emas. Dia nggak perlu
teknik-teknik njlimetnya Nolan, kemegahan Spielberg atau visi big production
value Cameron. Dia cuma perlu jadi the fucking Tarantino!
Tema-tema yang diusung Tarantino biasanya adalah soal
kriminal. Di situ ada tokoh yang menyamar, tokoh yang terjebak keadaan dan ada
tokoh yang nggak jelas motivasinya di awal. Baru nanti di ending semua akan
terbongkar…tak lupa ada pembantaian. Mana film-film terkini Tarantino yang
nggak bunuh-bunuhan?
Tarantino sering menempatkan karakternya dalam situasi gawat
namun dia akan keep cool seolah bisa mengatasi semuanya. Tentunya dengan resiko
nyawa. Lihat saja Reservoir Dogs adegan akhir, saat semuanya saling todong.
Semua keep cool and keep talking. Juga saat karakter yang diperankan Michael
Fassbender terjebak oleh NAZI di sebuah café. Semua keep cool meski saling
todong.
Okey, langsung aja deh.
Apa yang khas dari Tarantino sekilas pandang?
Apa yang khas dari Tarantino sekilas pandang?
Are you kidding me? SEMUANYA KHAS. Gayanya yang kadang
homage ke film kelas B tak perlu saya sebut. Tarantino emang pemuja film cult.
DIALOG. Tarantino paling betah sama dialog. Yang nggak suka
bakal bosen abis. Dialog Tarantinoesqe selalu khas, ada hooknya.
“What is cheersleader movie?”
“A movie about cheersleader.”
Absurd tapi fun.
UNDERCOVER GUYS. Sering di film Tarantino ada karakter yang
nggak asli. Dia menyamar. Polisi menyamar, penjahat menyamar dll. Kadang para
penyamar ini latihan dulu. Ketidakjelasan siapa kawan dan lawan inilah bumbu
utama konflik dalam film-film Tarantino.
AESTHETIC BLOODBATH. Pokoknya nggak puas kalo gak ada darah
muncrat di film Tarantino. Muncratnya diiringi desingan peluru yang asli
bising. Darah akan muncrat ke dinding, lantai dan manapun. Karakternya banyak
yang mati bersimbah darah.
KILLED ANGELS. Ini yang saya kurang demen. Tarantino gemar
membunuh atau mencederai perempuan cantik. Sophie Fatale di Kill Bill, cewek
seksi di Death Proof, cewek imut Prancis (Sophie Anne-Franck) di Inglourious
Basterds dll. Jadi kalo ada cewek bening di film Tarantino, ati-ati. Dia
mungkin akan mati. This is not spoilers. This is his fucking style.
OLD GOOD MUSICS. Nah ini kegilaan dia yang lain. Tarantino
jarang pakai original score. Dia suka comot score dari film lawas yang
terlupakan. Pilihannya selalu maknyus. Simak saja musik-musik di Kill Bill atau
Inglourious Basterds. Itu musik yang bisa anda dengarkan untuk cari inspirasi. Trend musik lawas
dipake ulang di film kekinian itu udah dipelopori sama Tarantino. Emang banyak
musik bagus tapi filmnya terlupakan atau mungkin nggak dikenal karena jelek.
Tarantino adalah penyelamat harta karun semacam ini.
“When people ask me if I went to film school, I tell them,
‘No, I went to films,'”
(Quentin Tarantino)
Nah itu semua adalah para sutradara idola saya. Saya kagum
visi mereka meski tak ingin menirunya mentah-mentah.
Agak nggak enak kenapa saya hanya memeras keseluruhan daftar
sutradara bagus hanya menyisakan beliau-beliau ini. Banyak yang juga saya kagumi.
SERGIO LEONE dengan Spaghetti Westernnya, JACKIE CHAN dengan visi physical actingnya, FRANCIS FORD COPPOLLA dengan kemegahannya, MARTIN SCORSESE dengan kedalaman karakternya, DAVID LEAN dengan visi sinematografinya, ROBERT RODRIGUEZ dengan
teknik low budgetnya, GIUSSEPPE TORNATORE dengan sensualitas komikalnya, AKIRA KUROSAWA legenda kemegahan sinema hitam putih, GUILLERMO DEL TORRO
dengan dark fantasy-nya, ANDRE TARKOVSKY dengan puisi visualnya dan masih
banyak lagi.
Pada dasarnya saya suka belajar dari banyak film. Tapi kalo
disuruh nyebutin which is the most influential, maka ya itu tadi. Namanya juga
cinta.
Post a Comment