THE WITCH (Robert Eggers 2015)

Di jaman Inggris lama, hidup Wlliam beserta keluarganya: Catherine sang istri, Thomasin anak gadis tertua yang baru merekah kecantikannya, Caleb adiknya yang kadang nafsu melihat dada kakaknya, si kembar Jonas- Mercy yang suka ngobrol sama kambing dan termuda adalah Samuel yang masih bayi. William adalah pemeluk Kristen yang taat. Namun ia juga selalu merasa bahwa cara beragamanya lah yang paling benar. Dengan jemaat gereja setempat ia nggak rukun dan saling mengkafirkan.


Akibatnya William diusir dari desanya. Ia pun mengungsikan keluarganya ke hutan. Di sana ia mencoba memulai hidup baru dengan bertanam jagung dan berburu. Kebiasaan beribadahnya tetap meski udah nggak gabung gereja. Mereka selalu menghafal kitab suci dan berdoa. Berburu pun isinya rapalan ayat.

Suatu hari, Thomasin momong adik bayinya Samuel main cilukba. Saat matanya ciluk (nutup), Samuel diculik penyihir bugil. Oleh si penyihir, Samuel dicincang jadi body lotion. Konon body lotion dari baby oil ini (yes it is literally oil from baby), bisa bikin mereka terbang.


William sebenarnya nggak becus bertani dan berburu. Keluarganya mulai kelaparan. Tapi William terus mencekokinya dengan ajaran agama. Istrinya sudah nggak betah dan nyaris gila. Selain masih meratapi hilangnya Samuel, keluarga ini terancam kelaparan. Masalah makin runyam ketika Caleb juga diculik penyihir dan kutukan jahat dibawa ke seluruh anggota keluarga.

Mampukah William dan keluarganya mempertahankan iman di saat lapar dan ujian jahat?

Bayangan saya soal penyihir barat itu tak pernah menakutkan. Soalnya asupan masa kecil saya adalah majalah Bobo dan komik Walt Disney. Bayangan saya selalu Juwita dan Si Sirik, Madam Mikmak dan paling-paling Snow White & 7 Dwarfs. Snow White adalah gadis perawan (?) yang hidup tanpa ikatan resmi dengan 7 kakek tua. Cucu bukan, istri juga enggak (kayaknya).

Film The Witch mencoba menceritakan ulang kisah-kisah seram soal penyihir yang jadi bagian dari folklore lama. Penyihir yang tinggal di hutan, naik sapu dan suka berburu orang coba dituturkan ulang lewat film ini. Kita akan merasakan seolah-olah hidup dalam kengerian masa itu, lewat setting, dialog dan bahkan visualisasi mencekam lewat gambar-gambar bersaturasi rendah.

The Witch bukan film horror kacangan. Ia tak latah menghadirkan perang supranatural antara manusia yang taat dan penyihir kafir. Perang sebenarnya adalah di dalam batin manusia sendiri. Kita bisa merasakan itu ketika bencana tiba, masing-masing anggota keluarga William tidak saling mempercayai. Satu per satu kebohongan diungkap. Tak ada yang lugu di keluarga William.

Pesan moral yang saya dapat adalah, miskin itu bisa bikin iman jatuh hehehe bukan kemiskinan itu sendiri yang menghancurkan iman. Melainkan rapuhnya diri ketika kemiskinan menggerogoti kemandirian dalam mengambil keputusan. 

Okay. Sekarang penilaian berimbang... J

APIKE:

-Visualisasi yang keren. Sinematografi yang sangat-sangat beautiful. Hutan yang luas itu seakan malah bikin klaustrofobia. Bukan cuma karena aspect rationya namun juga cekaman cerita. Apalagi dipadu dengan scoring gesekan strings yang dissonance (melenceng).

-Disain kostum yang memukau. Nadyan muka para karakter masih bersih-bersih dan giginya rapih, tapi kostum nampak seakan dari jamannya. Lungset tak disetrika. Terasa otentik.

-Pembangunan konflik yang rapi dari awal ke tengah. Keluarga taat yang kemudian terjatuh dalam godaan iblis.

-Casting yang perfect terutama William (diperankan oleh Ralph Ineson). Deep voice-nya membuat saya melek untuk mengamati karakter ini lebih daripada yang lain. Juga Caleb (Harvey Scrimshaw). Scrimshaw memerankan karakter Caleb yang mulai puber dan galau. Sungguh repot hidup di keluarga bermoralitas ketat namun di sisi lain harus menahan gejolak pubertas di depan kakaknya yang sedang ranum. Rasa berdosa karena kecenderungan incest bertarung dengan perjuangan mempertahankan iman. Catherine (Kate Dickie) terlihat sangat rentan sebagai ibu yang peratap. Sejak Samuel diculik penyihir, Catherine yang sebelumnya beriman mulai kufur selangkah demi selangkah.

-Black Philip adalah hal yang paling mencekam di film ini. Bisa dibilang ngalah-ngalahin penyihirnya. Dia adalah seekor wedhus gibas eh maksudnya kambing hitam.  Black Philip hanya mau bicara sama si kembar Jonas-Mercy. Dialah yang jadi katalisator fitnah antara masing-masing anggota keluarga.

KURANGE:

-Kadang The Witch kurang tegas mengenai apa yang disampaikan? Apakah soal iman vs kekufuran? Soal dosa dan penebusan? Soal korupnya manusia yang sok beriman? Ya tone-tone itu ada dan bagi saya kurang nggigit pesannya.

-Thomasin (Anya Taylor-Joy) adalah karakter yang mustinya bisa lebih selain menjual keranuman. Dia adalah kunci cerita namun rasanya potensinya kurang keluar semuanya. Kalo bugilnya kurang total sih saya maklum hehehe soalnya ini bukan film yang tepat untuk jual aurat.

-Karakter penyihir nggak terlalu dapat panggung. Ngapain sih mereka? This can be bad or good. Mereka misterius, nggak jelas maunya, nggak jelas modus operandinya. Emang sih kemisteriusan bisa bikin suasana tambah horror, tapi konsekuensinya kayak cuma jadi plot device yang kurang nyantol. Cuma tempelan.

Jadi? Bagus nggak?

-BAGUS. Refreshing film horror yang mengangkat tema penyihir. Film penyihir terakhir yang saya tonton cuma Blair Witch Project belasan tahun silam.

-Recommended? SURE! Buat penggemar genre horror barat.



-

Artikel dengan kata kunci terkait:

Bagikan artikel ini :

Post a Comment

 
Copyright © 2011.   JAVORA INSTITUTE - All Rights Reserved